15 Jul 2010

Budaya nyontek bukan jatidiri entrepreneur

     Indonesia, negara kepulauan yang sangat besar, indah, penuh dengan berbagai anugrah yang luar biasa baik dari SDA ataupun SDMnya. Kita lihat saja, negara mana yang punya hasil yang tidak terbatas dari bumi, dalam bumi, laut, dan langit seperti tanah air ini? ( tapi pasti masih mulia dan indah surga). Dari bumi ada hasil pertanian, perkebunan, hutan, dari laut menyumbang ikan, mutiara, rumput laut, pariwisata, dari dalam bumi memiliki emas, minyak bumi, batubara, timah, besi, aspal, bauksit, bahkan sampai uranium (bahan baku pembuat nuklir), dari langit anugrah hujan yang luar biasa, belum lagi aneka burung yang menghiasi kolong langit indonesia. Apakah arab saudi punya itu? Ya, arab punya minyak bumi yang di eksploitasi besar-besaran, tetapi sayang mereka pohon mangga saja tidak punya apalagi pohon pisang dan pepaya? Di jepang memang banyak seafood, tapi apakah ada disana orang hutan, burung merak? Adakah di Amerika tambang emas, batubara ataupun bauksit? Indonesialah gudang semua SDA itu, negara kita. 
      Lalu kenapa indonesia masih berada di belakang urusan kesejahteraan, politik, dan sebagainya, sampai prestasi olahraga. Kemudian hanya hutang, jumlah penduduk, pengangguran, kemiskinan dan korupsi yang berada di garis depan? (yang pasti bukan salah bunda mengandung). Tapi kalau mau mencari siapa yang salah, patut disalahkan, atau kambing hitamnya, lebih baik kita berkaca, lihat diri kita sudahkah lebih baik daripada mereka (para koruptor, pelaku curanmor, sampai yang suka molor). Saatnya generasi muda ini menjadi ujung tombak yang menncapkan nama indonesia di garda teratas negara-negara maju dan juga islami tentunya.
      Entreprenuer adalah salah satu bidang yang harus dikembangkan selain bidang pendidikan, nasionalis, dan yang terpenting yaitu akidah agama. “Membentuk entrepreneur muda”, motto yang harus segera digalakan oleh pemerintah agar negara ini mampu berbicara banyak di kancah internasional. Disini kita harus membentuk jiwa-jiwa tangguh, mampu berdiri sendiri, tidak mudah terpengaruh orang lain, dan memiliki managemen pikiran, waktu, peluang, ibadah, sama kuatnya. Barulah perlahan tetapi pasti negara ini akan terbentuk menjadi negara yang punya sejuta entrepreneur muda, indah bukan?
      Akan tetapi, ada budaya yang membuat pembentukan entrepreneur di negeri ini sedikit terhambat (bukan berarti tidak berjalan sama sekali). Budaya nyontek di bangku sekolah, sebuah kalimat yang tidak asing, bahkan saya pastikan anda pernah melakukannya, karena saya juga pernah. Bukan membantu atau kekikiran apalagi masalah kasihan kepada teman yang tidak bisa. Kita lihat saja, setelah kita menyontek dapatkah kita ilmu? Dapatnya ya ilmu nyontek, supaya tidak ketahuan dan mengidentifikasi teman yang pandai. Bahkan itu akan membodohkan diri kita sendiri, untuk apa dapat nilai bagus tetapi itu membuat kita semakin bodoh bukan semakin pintar, untuk apa dapat punjian dari orang lain kalau hati kita saja mencaci maki perbuatan itu.
      Nilai, nilai, nilai, dan lulus, itukah yang dicari ketika kita masuk sebuah sekolah atau perguruan tinggi? Jika ditanyapun maka kita akan menjawab bahwa kita mencari ilmu, bukan mencari ijazah bukan, apalagi nilai excelent di rapor atau KHS. Seorang entreprenuer haruslah seseorang yang yakin dengan hasil kerjanya sendiri, bukan tergantung pada hasil kerja orang lain, apalagi hanya copy paste hasil karya orang lain. Ketika seseorang merintis usahanya, dia harus yakin dulu bahwa usahanya ini bagus dan akan sukses. Bagaimana jika sang pemilik usaha tidak yakin dengan usahanya mampu meyakinkan pelanggannya bahwa usahanya ini adalah usaha yang akan sukses? Sebuah kesalahan mendasar ini terjadi ketika menyotek, bagaimana bisa terjadi? Ketika kita melakukan kegiatan yang perlu kelihaian tingkat tinggi, keadaan terpaksa, dan ketidak yakinnan terhadap diri sendiri ini, secara tidak langsung kita membunuh karakter kita sendiri, mengapa? Karena ketika kita menyontek akankah orang lain mencoba bertanya kepada kita bila punya soal sulit, yang keluar “sudah dapat contekan belum?”. Tetapi jika kita mau mengerjakan soal kita sendiri, minimal orang lain minimal akan menganggap kita mampu, walaupun kemampuan kita pas-pasan.
       Seorang entrepreneur belum pasti orang sangat cerdas atau jenius, tapi pastilah seorang entrepreneur itu adalah orang yang yakin akan dirinya sendiri, dan juga karya-karyanya, bukan karya orang lain. Jadi, jika anda ingin menjadi seorang entrepreneur handal, tancapkan kata nyongtek di otak anda, tapi dengan kalimat ”saya tidak akan menyontek, karena saya sendiri bisa.” Dan bantu teman-teman anda untuk bebas dari virus nyotek ini, karena menyebarnya sangat cepat, tetapi pembasmiannya sangatlah sulit.

Merintis karier ngamen di kota gudeg

      Orang indonesia mana yang g’kenal dengan kota gudeg, yups bener banget. Kota yang kalau dipanggil berkali-kali g’jawab, karena punya gangguan ditelinga. Keliru ya? Gudeg adalah makanan yang lebih enak dari opor ayam, lebih gurih dibanding bubur ayam (kata orang jogja sie). Padahal makanan yang berbahan baku tewel (nama kerennya nangka) memang luar biasa enak menurut saya, apalagi pas waktu kelaparan, gak ada makanan lain, duit abis, n hanya itu yang gratis. Pasti makanan di restoran terkenalpun kalah telak, bahkan ketinggalan jauh (asal g’ke over lap aja).
      Kelamaan mukodimah ya? Makin lama mukodimah kan makin loyo, jadi makin mudah paham cerita ini tanpa ada pertanyaan panjang lebar. Saya mulai saja dengan membaca basmalah, maaf buat yang lain agama baca yang menurut anda aja, jangan ikut-ikut, saya jadi g’enak sama pemuka agama anda (ntar dikira nyaingi).Seperti biasa, kalau sudah ada waktu akhir-akhir proker (program kerja bukan protes dan kerusuhan) pasti ada namanya pertanggung jawaban. Saya yang menjadi ketua pramuka pada waktu SMA (bukan maksud hati sombong, tapi emang g’ada yang bisa disombongin lagi), mempunyai ide untuk mempertanggung jawabkan USHP (uang sisa hasil perkemahan) untuk kepentingan pramuka.
       Akhirnya setelah berduel 11 lawan 11, bertemu skor telak 20-2 untuk mempertanggung jawabkan USHP dengan memanfaatkannya sebagai dana tour jogja. Sesuatu yang sangat bijak menurut kami, karena dengan begitu akan banyak yg meneruskan jadi senior (karena pramuka juga kaya), memberi kesempatan otak kami memikirkan masa depan bangsa (dengan melihat pasangan-pasangan di parang tritis, walau kadang kepingin). Dan hari keberangkatan ke kota pendidikanpun sudah datang, tanpa basa-basi dan sedikit wira-wiri kami (team of camp scool) langsung bergegas melangkahkan kaki ke bus TNI AU untuk menuju medan nyali, yang bahagia, dan teringat sepanjang jalan kenangan.
      Dalam perjalananpun kami membuat perjanjian (bukan konfrensi meja bundar atau janji sucinya yovie n the nuno), tapi janji sebaju secelana. “barang siapa yang tidak berani ngamen di jogja nanti, siap-siap pulang tanpa baju dan celana. Akan tetapi siperkenankan menggunakan kolor.” Kurang lebih seperti itu kalau didramatisir dengan teks bahasa indonesia, karena janji kami janjine tole jadi 100% jawa banget. Janji ini dibuat oleh tiga orang, para gladiator lapangan pramuka, yang paling pintar ngomel +mencari kesalahan, tapi baik-baik n cakep-cakep, cerdas lagi (karena saya termasuk salah satunya). Sehingga memaksa saya untuk bereksperimen lagu sebisanya, dengan akor semampunya juga, yang penting g’bikin orang lain tutup telingan.
      Jogjapun menyambut kami, ahlan wasahlan kata orang keraton, welcome kata orang pesisir, dan para mahasiswa mengatakan sugeng rawuh. “jogja, jogja, jogja!” teriak kami secara serempak, tanpa malu mengcopy iklan di tv, dan di paste pada saat itu. Beruntung tujuan pertama adalah pantai parang tritis, waktu masih siang bolong jadi belum waktunya pangeran panggung turun. So, nikmati aja suasana laut sambil nyelem barangkali ada cewek yang nyangkut di dasar pantai, bisa dijadiin teman renang. Daripada lihat pasangan-pasangan yang lagi rapat tertutup ditempat terbuka(g’peduli dengan suasana sekitar, apalagi pengamen), beruntung belum jadi ngamen disini. Sudah capek-capek nyanyi, malah dapat tontonan live, dapet dosa karena nonton gituan, bikin kepicut juga (walau persentase kecil, tapi juga pengen), pokoknya enakan minum air laut lah, asin tapi bikin ketagihan.
      Setelah waktu 2 X 120 menit berakhir, kami melanjutkan ke tempat yang cukup manjanjikan untuk ngamen tentunya (alun-alun jogja dan pasar marioboro). Jantung mulai berdetak, berdetak labih kencang seperti genderang mau perang (maaf mas dani, sedikit terbawa suasana). G’kebayang kalau pulang Cuma pake kolor, syukur kalo kolor bagus atau jebol, tapi saya tetap mencoba meyakinkan diri agar perut yang buncit ini tidak terekspos oleh teman-teman yang super jahil. Tapi g’mungkin saya menyerah sebelum bertempur, maju tak gentar membela perut yang sedikit melar.
       Kamipun turun dari elang biru (bus TNI AU), gimana g’bangga wisata dengan bus TNI, AU pula. Biyarpun seperti bus ekonomi tapi full AC (angin cendela), dan baunya hummm, khas banget keringat TNI, jadi pengen punya profesi TNI. Tapi mau bagaimana lagi, saya sudah terjun ke dunia keartisan sejak perjanjian tadi diresmikan. Sayapun melangkahkan kaki ke marioboro, dengan mantap tanpa ragu, dengan memutar otak sampai jungkir balik (untuk badan ini g’ikut jungkir balik). Sampai juga akhirnya di pasar seribu dagangan, bukan karena banyaknya dagangan, tapi lebih kepada harganya yang masih menyentuh harga ribuan rupiah.
       Masuk pasar bukannya cari duit (dengan ngamen), melainkan beli pakaian, habisnya lumayan juga Rp53.000,-(untuk ukuran kantong saya). Setelah saya geledah semua saku dan sudut-sudut terpencil pada dompet, yang tersisa Cuma Rp50.000,-. Negosiasi alot dengan dengan ibu penjualpun terjadi, begitu kokoh ibu penjual tidak mau memberi kortingan lagi. Dalam waktu singkat otak saya harus tiarap, jongkok, berdiri untuk menemukan ide agar devisit Rp3.000,- ini menjadi sesuatu yang dapat siselesaikan tanpa ada transaksi utang piutang. Teman sayapun lewat dengan menenteng gitar, uhui, otak sayapun loncat kegirangan, langsung saya sabet itu gitar. Dengan wajah melankolis, dan bersikap dramatis,dikemas bahasa teoritis saya merayu ibu penjual untuk ngamen perlagu Rp1.000,- “deal.”
      Tiga buah lagu merdu yang sederhana, dan yang akornya saya bisa tentunya membuat tragedi ngutang mengutang tak terjadi. Saya seperti memperoleh gol penyeimbang kedudukan dan berniat membalikkan keadaan, “inilah saatnya moment kebangkitan, merdeka”. Selangkah demi selangkah kami susuri jalan menuju alun-alun, dan sayapun mendapat personel baru (teman pejanjian tadi). Berdua kami menghampiri dua wanita yang sedang duduk ngobrol,dari dandanannya mereka mahasiswi, cukup eksentrik, tapi sedikit jauh dari kata menarik (menurut saya). “mau numpak ngamen mbak. Kata orang mirip buaya, tapi bagiku luna maya,,,,”, belum sepat ganti akor dua kali, “stop, stop. G’seru kalau lagunya dari situ, request zagy dogĂ­” ucap salah satu dari mbak-mbak itu. Wah, jenis anjing yang seperti apa pula itu (pikir saya, sembari tengok kanan kiri seperti orang blo’on, padahal cerdas sekali). “Kalau g’bisa balonku ada lima aja.” Cetus si cewek sumpret itu (maaf ya mbak, kalau anda baca tulisan saya ini, tapi anda emang bener-bener sumpret). “Balonku ada lima, rupa-rupa warnanya,,,,,,” kmi menyanyi dengan sedikit lantang supaya jadi obat pelipur malu dan lara hati, sekaligis menutupi kesalahan akor.
      Rp1.000,- itu yang kami dapat, banyak mintanya ngasihnya g’seberapa pula, sumpret (oh ya, tadi sudah minta maaf, saya g’akan ngulangi lagi mbak sumpret). Setelah selesai dengan mbak itu kamipun melanjutkan ke alun-alun kota, kami melihat sepasang bule yang lagi istirahat. “excuse me mr, numpang ngamen. Pernah ada, rasa cinta antara kita kini tinggal kenangan…..” lagu hampir setengah, eh, mereka malah pergi. “i’m sorry, I’sorry.”, saya maafin kok mr, moga makin kere aja ya. Semoga jadi dermawan seperti pasangan-pasangan orang pribumi, setelah pil extra pahit dari bule tadi, kamipun g’perlu lama-lama main. Karena kami bertambah personil lagi (bisa buat band ni lama-lama), tiga orang jadi team ngamen (komplit sudah).
     Konsumen-konsumen selanjutnya adalah pasangan-pasangan pribumi, walupun hanya gopek, tapi belum sempat pindah akor mereka langsung merogoh saku, megambil kembalian parkir, atau kembalian beli kue.
Lain lain dengan satu pendengar yang kebetulan juga bule laki-laki, kami nyanyikan lagu geby yang judulnya tinggal kenangan. Sampai lagu habis dia memdengarkan sambil tesenyum lebar, kamipun semakin semangat menyanyikan lagu itu. Walaupun suara pas-pasan, iringan musik msih g’ karuan, tapi apresiasinya cuy. Setelah memberi applause beliau berucap “saya sangat suka orang yang mempunyai jiwa seni” sambil mengeluarkan ribuan empat lembar, “terimakasih banyak mr.” dan akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke bus.       Ternyata sejak tadi kami sudah di awasi oleh pengamen daerah setempat (bukan karena kami cakep n cerdas, tapi mungkin tangan mereka sudah gatal mau nonjok muka orang). Sekali lagi bus TNI UA bikin kami bangga dan selamat, mereka g’berani menjamah ke bus, dan kamipun bisa menikmati Rp.11.000,- hasil merintis karier ngamen di kota gudeng.
       Dan kami putuskan untuk membeli kopi jogja, warnanya lebih mirip air kobokan (g’hitam, bahkan lebih berwarna the). But, setelah satu tegukan, subhanallah, kaya lihat film bokep aja ni mata g’mau nutup-nutup. Pancen kopi jogja the best, g’bisa dasangganh dengan amandemen sekalipun.itulah pengalaman gila saya, walau tak semematikan PDI n PDII, tak sedramatikal Titanic, Tak semelegenda kisah nabi dan rosul. Tapi cukup memmberi kenangan dihati, senyum kecil di lesung pipi, tawa yang memperlihatkan gusi, n hikmah untuk pewarna hati. Trims^_^

Apa, dan bagaimana mengatasi virus brontok

     Akhir-akhir ini komputer telah bergerak sangat cepat (bukan berarti komputer ikut lomba marathon, apalagi mempunyai kaki), sangat cepat dimiliki oleh penduduk di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Mulai dari yang ada di kota, sampai di desa, yang kemana-mana naik mobil, hingga pejalan kaki, bahkan perkembangannya lebih banyak yang memiliki laptop sehingga dapat dibawa kemanapun, dalam kondisi bagaimanapun. Lalu apa konsekuensinya? Selain semakin banyak yang membuka situs jejaring sosial seperti FB dan twiter, atau email dan mendownload file-file biru.
      Virus, adalah kata yang turut berkembang searah dan semenanajak pembelian komputer itu sendiri. Akhir-akhir ini mulai terkenal yaitu virus brontok (bukan brondong, apalagi grontol karena grontol itu jagung rebus berbentuk perbiji yaitu makanan khas daerah jawa). Virus ini menduplikatkan dirinya dengan nama virus barunya sesuai dengan folder atau file yang aktif pada explorer. Selain itu virus ini juga menggunakan icon folder, sehingga dapat mengecoh seseorang dengan mudah (jika tidak teliti tentunya).
       Virus ini pernah membuat saya sebel, karena flashdisk dan laptop saya pernah menjadi korbannya. Tapi itu menjadikan motifasi saya untuk mempelajari dan mencoba membagi penangkal, pembasmi lebih tepatnya untuk si brontok. Karena virus ini selain mudah menular pada komputer lain dengan mudahnya, tetapi pembasmiannya tak semudah penularannya. Si brontok ini dapat membuat komputer kita mati dengan sendirinya atau minimal restart tanpa kompromi dulu tentunya atau meminta izin kepada pemiliknya. Jadi hati-hati kalau anda sedang mengerjakan suatu pekerjaan, tugas, atau karya, lalu komputer anda mati dengan sendirinya dan data belum tersimpan! Gimana tu rasanya? Lebih parah dari nasi belum matang ataupun kue gosong tentunya!^_^
      Virus ini dibuat dengan menggunakan visual basic 6.0, dan kemungkinan besar dibuat oleh orang pribumi (pembuat virus lokal) dengan kemampuan diatas rata-rata. Semetara penularannya cukup canggih, selain melalui pentukaran file lewat flashdisk, infrared, dan bluetooth, virus ini juga mampu menginfeksi situs-situs web tertentu melalui email. Pengguanaan email ini dilakukan dengan pencarian nama komputer yang terhubung kejaringan dengan menyalinkan diri ke data yang di sharing lalu masuk ke data window explorer yang aktif. Dengan begitu terjangkitlah komputer itu dengan virus brontok.
      Dengan menggunakan window explorerlah virus ini memperbanyak jumlahnya dengan membuat duplikat kedalam file-filenya. Selain itu yang lebih unik dari virus ini, si brontok membaca isi halaman situs yang terbuka pada sebuah InternetExplorer
dengan menggunakan fungsi:
Declare Function InternetOpenA Lib \"wininet.dll\" ()
Declare Function InternetOpenUrlA Lib \"wininet.dll\" ()
Declare Function InternetReadFile Lib \"wininet.dll\" ()
Declare Function InternetCloseHandle Lib \"wininet.dll\" ()
Virus ini mencari alamat email pada halaman situs yang terbuka dan mengirimkan diri berdasarkan alamat email yang ditemukan pada halaman tersebut dengan kata kunci
seperti mailto: ataupun @xxxx.com etc....
      Sementara untuk membasminya saya tidak ingin membahas, karena saya orangnya cintai damai^_^. Akan tetapi jika ingin menonaktifkan virus ini secara cepat, coba masuk safemode kemudian rename file MSVBVM60.dll menjadi MSVBVM60.dl_ karena virus ini membutuhkan runtime vb. Nah, kalo sudah tidak aktif baru kita bisa hapus beberapa registry entry dan file-file virus brontoknya. Salah satu kelemahannya virus ini tidak menggunakan program compressor, sehingga memudahkan orang untuk mengenalinya.

Sekian penjelasan singkat saya, semoga bermanfaat,,,,,,,

1 Jul 2010

Keikhlasan memberi ilmu

     Di negeri ini banyak sekali koruptor, yang memakai dasi duduk nyaman di dalam kantor, menyilangkan kaki sambil menatap monitor, memakai jas yang tidak pernah kotor. Tapi juga tidak sedikit pejuang pendidikan, yang rela mengabdi tanpa mengharap balasan ataupun belas kasihan, yang bertindak dengan perasaan dan menjalankan agama sebagai pedoman. Itulah cerminan dunia seperti dua sisi mata uang, dua pasangan bilangan (positif dan negatif), dan inilah negeri kita.
     Di dalam sebuah pesantren tentu ada dewan kyai atau biasa disebut pengasuh, yang menjadi pengajar, penanggung jawab, dan pemuka bagi para santri. Yang menjabat banyak posisi, sebagai guru, wali, pensehat, pengurus kesejahteraan, suri tauladan, dan lain-lain. Di Indonesia ini tidak ada pesantren yang menjadi atau ber title negeri,semuanya adalah milik swasta (swadaya sendiri tanpa andil pemerintah). Begitu pula dengan tenaga pendidiknya, tidak ada yang berstatus PNS dan mendapat bayaran dari pemerintah ataupun gaji ke 13 (kecuali yang merangkap menjadi guru di sekolah negeri, atau perangkat).
      Beliau-beliau hanya mendapat dari pesantren, itupun sangat jauh dari kata layak dan cukup, bahkan ada yang tanpa mengharap rupiah sepeserpun. Tetapi justru dengan keadaan seperti ini membuat para pengajar di pesantren ( lebih sering disebut ustadz ) menjadi putus asa atau kurang bersemangat, akan tetapi lebih bersemangat dalam mendidik para santri. Berbeda dengan guru-guru jaman sekarang, yang sebagian besar hanya mengharapkan gaji yang besar tanpa menghiraukan kewajibannya bahkan tak jarang saya mendengar “ngajar gak ngajar saya tetap dibayar, dan gaji saya tetap utuh.” Sesuatu yang sangat memilukan bagi pendidikan negeri ini, tapi itu hanya sebagian bukan keseluruhan. Karena saya yakin duluar sana masih banyak para guru yang dengan tulus ikhlas megajari murid-muridnya agar menjadi murid yang cerdas, kelak berguna bagi bangsa, agama, negara, dan keluarga. Guru-guru itu dengan rasa senang membagikan ilmunya tanpa ada embel-embel kata “sesuka hati saya.”, guru selamanya tetaplah pahlawan bagi para murid, termasuk saya.
             Jika tersayat pastilah perih, tapi lebih perih luka hati rasanya.
             Bila seorang murid ingin berterimakasih, gurulah tempatnya.
     Lahir, tumbuh menjadi balita, merambah ke anak-anak, menginjak masa remaja, dan menyelam waktu dewasa. Orang tua adalah pertama yang harus kita patuhi, taati, hormati, doakan, akan tetapi nama guru ataupun ustadz ada diurutan berikutnya.
      Rasulullah adalah guru terbesar umat islam, guru yang menunjukkan keterangan ketika gelap menyelinap, mengajar secara totalitas tanpa memandang dari materialitas. Itulah yang diterapkan oleh para ustadz-ustadz di pesantren, hanya ingin mencontoh suri tauladan dari rasulullah dan mengharap ridho Allah swt. kemulian para ustadz dan juga guru-guru.
      Satu lagi sistem dalam pesantren yang berkenaan dengan budaya mengajar tanpa pamrih yang dilakukan oleh para mantan santri suatu pesantren, yaitu pengabdian. Sesuatu yang dilakukan oleh lulusan baru pesantren untuk mengajar dan mengamalkan ilmu kepada para yunior atau adik kelas mereka. Tempat biasanya ditentukan, kadang juga menetukan sendiri (yang penting masih masuk koridor pesantren tersebut). Adapun standart waktu pengabdian minimum biasanya adalah satu tahun, jika ingin mengabdi terus dan menjadi ustadz dipesantren selalu ada tempat. Yang pasti tidak semua menjadi pengajar seterusnya (yang terjadi ustadz dengan santri lebih banyak ustadznya).
      Pengabdian menjadi pembelajaran untuk menyampaikan ilmu didalam pesantren, mengkokohkan rasa memiliki akan pesantren (karena pesantren adalah milik semua warga muslim, semua). Menjadikan silaturohmi tidak terputus, membuat budaya selalu berkembang dan terpenting penanaman rasa ikhlas dalam memberikan ilmu kepada orang lain.
      Terimakasih ya Allah, Engkau memberi kesempatan kepada umat muslim indonesia untuk menikmati keikhlasan mengajar dalam bentuk pengabdian untuk pesantren.
sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com