Di negeri ini banyak sekali koruptor, yang memakai dasi duduk nyaman di dalam kantor, menyilangkan kaki sambil menatap monitor, memakai jas yang tidak pernah kotor. Tapi juga tidak sedikit pejuang pendidikan, yang rela mengabdi tanpa mengharap balasan ataupun belas kasihan, yang bertindak dengan perasaan dan menjalankan agama sebagai pedoman. Itulah cerminan dunia seperti dua sisi mata uang, dua pasangan bilangan (positif dan negatif), dan inilah negeri kita.
Di dalam sebuah pesantren tentu ada dewan kyai atau biasa disebut pengasuh, yang menjadi pengajar, penanggung jawab, dan pemuka bagi para santri. Yang menjabat banyak posisi, sebagai guru, wali, pensehat, pengurus kesejahteraan, suri tauladan, dan lain-lain. Di Indonesia ini tidak ada pesantren yang menjadi atau ber title negeri,semuanya adalah milik swasta (swadaya sendiri tanpa andil pemerintah). Begitu pula dengan tenaga pendidiknya, tidak ada yang berstatus PNS dan mendapat bayaran dari pemerintah ataupun gaji ke 13 (kecuali yang merangkap menjadi guru di sekolah negeri, atau perangkat).
Beliau-beliau hanya mendapat dari pesantren, itupun sangat jauh dari kata layak dan cukup, bahkan ada yang tanpa mengharap rupiah sepeserpun. Tetapi justru dengan keadaan seperti ini membuat para pengajar di pesantren ( lebih sering disebut ustadz ) menjadi putus asa atau kurang bersemangat, akan tetapi lebih bersemangat dalam mendidik para santri. Berbeda dengan guru-guru jaman sekarang, yang sebagian besar hanya mengharapkan gaji yang besar tanpa menghiraukan kewajibannya bahkan tak jarang saya mendengar “ngajar gak ngajar saya tetap dibayar, dan gaji saya tetap utuh.” Sesuatu yang sangat memilukan bagi pendidikan negeri ini, tapi itu hanya sebagian bukan keseluruhan. Karena saya yakin duluar sana masih banyak para guru yang dengan tulus ikhlas megajari murid-muridnya agar menjadi murid yang cerdas, kelak berguna bagi bangsa, agama, negara, dan keluarga. Guru-guru itu dengan rasa senang membagikan ilmunya tanpa ada embel-embel kata “sesuka hati saya.”, guru selamanya tetaplah pahlawan bagi para murid, termasuk saya.
Jika tersayat pastilah perih, tapi lebih perih luka hati rasanya.
Bila seorang murid ingin berterimakasih, gurulah tempatnya.
Lahir, tumbuh menjadi balita, merambah ke anak-anak, menginjak masa remaja, dan menyelam waktu dewasa. Orang tua adalah pertama yang harus kita patuhi, taati, hormati, doakan, akan tetapi nama guru ataupun ustadz ada diurutan berikutnya.
Rasulullah adalah guru terbesar umat islam, guru yang menunjukkan keterangan ketika gelap menyelinap, mengajar secara totalitas tanpa memandang dari materialitas. Itulah yang diterapkan oleh para ustadz-ustadz di pesantren, hanya ingin mencontoh suri tauladan dari rasulullah dan mengharap ridho Allah swt. kemulian para ustadz dan juga guru-guru.
Satu lagi sistem dalam pesantren yang berkenaan dengan budaya mengajar tanpa pamrih yang dilakukan oleh para mantan santri suatu pesantren, yaitu pengabdian. Sesuatu yang dilakukan oleh lulusan baru pesantren untuk mengajar dan mengamalkan ilmu kepada para yunior atau adik kelas mereka. Tempat biasanya ditentukan, kadang juga menetukan sendiri (yang penting masih masuk koridor pesantren tersebut). Adapun standart waktu pengabdian minimum biasanya adalah satu tahun, jika ingin mengabdi terus dan menjadi ustadz dipesantren selalu ada tempat. Yang pasti tidak semua menjadi pengajar seterusnya (yang terjadi ustadz dengan santri lebih banyak ustadznya).
Pengabdian menjadi pembelajaran untuk menyampaikan ilmu didalam pesantren, mengkokohkan rasa memiliki akan pesantren (karena pesantren adalah milik semua warga muslim, semua). Menjadikan silaturohmi tidak terputus, membuat budaya selalu berkembang dan terpenting penanaman rasa ikhlas dalam memberikan ilmu kepada orang lain.
Terimakasih ya Allah, Engkau memberi kesempatan kepada umat muslim indonesia untuk menikmati keikhlasan mengajar dalam bentuk pengabdian untuk pesantren.
Jika tersayat pastilah perih, tapi lebih perih luka hati rasanya.
Bila seorang murid ingin berterimakasih, gurulah tempatnya.
Lahir, tumbuh menjadi balita, merambah ke anak-anak, menginjak masa remaja, dan menyelam waktu dewasa. Orang tua adalah pertama yang harus kita patuhi, taati, hormati, doakan, akan tetapi nama guru ataupun ustadz ada diurutan berikutnya.
Rasulullah adalah guru terbesar umat islam, guru yang menunjukkan keterangan ketika gelap menyelinap, mengajar secara totalitas tanpa memandang dari materialitas. Itulah yang diterapkan oleh para ustadz-ustadz di pesantren, hanya ingin mencontoh suri tauladan dari rasulullah dan mengharap ridho Allah swt. kemulian para ustadz dan juga guru-guru.
Satu lagi sistem dalam pesantren yang berkenaan dengan budaya mengajar tanpa pamrih yang dilakukan oleh para mantan santri suatu pesantren, yaitu pengabdian. Sesuatu yang dilakukan oleh lulusan baru pesantren untuk mengajar dan mengamalkan ilmu kepada para yunior atau adik kelas mereka. Tempat biasanya ditentukan, kadang juga menetukan sendiri (yang penting masih masuk koridor pesantren tersebut). Adapun standart waktu pengabdian minimum biasanya adalah satu tahun, jika ingin mengabdi terus dan menjadi ustadz dipesantren selalu ada tempat. Yang pasti tidak semua menjadi pengajar seterusnya (yang terjadi ustadz dengan santri lebih banyak ustadznya).
Pengabdian menjadi pembelajaran untuk menyampaikan ilmu didalam pesantren, mengkokohkan rasa memiliki akan pesantren (karena pesantren adalah milik semua warga muslim, semua). Menjadikan silaturohmi tidak terputus, membuat budaya selalu berkembang dan terpenting penanaman rasa ikhlas dalam memberikan ilmu kepada orang lain.
Terimakasih ya Allah, Engkau memberi kesempatan kepada umat muslim indonesia untuk menikmati keikhlasan mengajar dalam bentuk pengabdian untuk pesantren.
0 komentar:
Post a Comment