Indonesia, negara kepulauan yang sangat besar, indah, penuh dengan berbagai anugrah yang luar biasa baik dari SDA ataupun SDMnya. Kita lihat saja, negara mana yang punya hasil yang tidak terbatas dari bumi, dalam bumi, laut, dan langit seperti tanah air ini? ( tapi pasti masih mulia dan indah surga). Dari bumi ada hasil pertanian, perkebunan, hutan, dari laut menyumbang ikan, mutiara, rumput laut, pariwisata, dari dalam bumi memiliki emas, minyak bumi, batubara, timah, besi, aspal, bauksit, bahkan sampai uranium (bahan baku pembuat nuklir), dari langit anugrah hujan yang luar biasa, belum lagi aneka burung yang menghiasi kolong langit indonesia. Apakah arab saudi punya itu? Ya, arab punya minyak bumi yang di eksploitasi besar-besaran, tetapi sayang mereka pohon mangga saja tidak punya apalagi pohon pisang dan pepaya? Di jepang memang banyak seafood, tapi apakah ada disana orang hutan, burung merak? Adakah di Amerika tambang emas, batubara ataupun bauksit? Indonesialah gudang semua SDA itu, negara kita.
Lalu kenapa indonesia masih berada di belakang urusan kesejahteraan, politik, dan sebagainya, sampai prestasi olahraga. Kemudian hanya hutang, jumlah penduduk, pengangguran, kemiskinan dan korupsi yang berada di garis depan? (yang pasti bukan salah bunda mengandung). Tapi kalau mau mencari siapa yang salah, patut disalahkan, atau kambing hitamnya, lebih baik kita berkaca, lihat diri kita sudahkah lebih baik daripada mereka (para koruptor, pelaku curanmor, sampai yang suka molor). Saatnya generasi muda ini menjadi ujung tombak yang menncapkan nama indonesia di garda teratas negara-negara maju dan juga islami tentunya.
Entreprenuer adalah salah satu bidang yang harus dikembangkan selain bidang pendidikan, nasionalis, dan yang terpenting yaitu akidah agama. “Membentuk entrepreneur muda”, motto yang harus segera digalakan oleh pemerintah agar negara ini mampu berbicara banyak di kancah internasional. Disini kita harus membentuk jiwa-jiwa tangguh, mampu berdiri sendiri, tidak mudah terpengaruh orang lain, dan memiliki managemen pikiran, waktu, peluang, ibadah, sama kuatnya. Barulah perlahan tetapi pasti negara ini akan terbentuk menjadi negara yang punya sejuta entrepreneur muda, indah bukan?
Akan tetapi, ada budaya yang membuat pembentukan entrepreneur di negeri ini sedikit terhambat (bukan berarti tidak berjalan sama sekali). Budaya nyontek di bangku sekolah, sebuah kalimat yang tidak asing, bahkan saya pastikan anda pernah melakukannya, karena saya juga pernah. Bukan membantu atau kekikiran apalagi masalah kasihan kepada teman yang tidak bisa. Kita lihat saja, setelah kita menyontek dapatkah kita ilmu? Dapatnya ya ilmu nyontek, supaya tidak ketahuan dan mengidentifikasi teman yang pandai. Bahkan itu akan membodohkan diri kita sendiri, untuk apa dapat nilai bagus tetapi itu membuat kita semakin bodoh bukan semakin pintar, untuk apa dapat punjian dari orang lain kalau hati kita saja mencaci maki perbuatan itu.
Nilai, nilai, nilai, dan lulus, itukah yang dicari ketika kita masuk sebuah sekolah atau perguruan tinggi? Jika ditanyapun maka kita akan menjawab bahwa kita mencari ilmu, bukan mencari ijazah bukan, apalagi nilai excelent di rapor atau KHS. Seorang entreprenuer haruslah seseorang yang yakin dengan hasil kerjanya sendiri, bukan tergantung pada hasil kerja orang lain, apalagi hanya copy paste hasil karya orang lain. Ketika seseorang merintis usahanya, dia harus yakin dulu bahwa usahanya ini bagus dan akan sukses. Bagaimana jika sang pemilik usaha tidak yakin dengan usahanya mampu meyakinkan pelanggannya bahwa usahanya ini adalah usaha yang akan sukses? Sebuah kesalahan mendasar ini terjadi ketika menyotek, bagaimana bisa terjadi? Ketika kita melakukan kegiatan yang perlu kelihaian tingkat tinggi, keadaan terpaksa, dan ketidak yakinnan terhadap diri sendiri ini, secara tidak langsung kita membunuh karakter kita sendiri, mengapa? Karena ketika kita menyontek akankah orang lain mencoba bertanya kepada kita bila punya soal sulit, yang keluar “sudah dapat contekan belum?”. Tetapi jika kita mau mengerjakan soal kita sendiri, minimal orang lain minimal akan menganggap kita mampu, walaupun kemampuan kita pas-pasan.
Seorang entrepreneur belum pasti orang sangat cerdas atau jenius, tapi pastilah seorang entrepreneur itu adalah orang yang yakin akan dirinya sendiri, dan juga karya-karyanya, bukan karya orang lain. Jadi, jika anda ingin menjadi seorang entrepreneur handal, tancapkan kata nyongtek di otak anda, tapi dengan kalimat ”saya tidak akan menyontek, karena saya sendiri bisa.” Dan bantu teman-teman anda untuk bebas dari virus nyotek ini, karena menyebarnya sangat cepat, tetapi pembasmiannya sangatlah sulit.
Entreprenuer adalah salah satu bidang yang harus dikembangkan selain bidang pendidikan, nasionalis, dan yang terpenting yaitu akidah agama. “Membentuk entrepreneur muda”, motto yang harus segera digalakan oleh pemerintah agar negara ini mampu berbicara banyak di kancah internasional. Disini kita harus membentuk jiwa-jiwa tangguh, mampu berdiri sendiri, tidak mudah terpengaruh orang lain, dan memiliki managemen pikiran, waktu, peluang, ibadah, sama kuatnya. Barulah perlahan tetapi pasti negara ini akan terbentuk menjadi negara yang punya sejuta entrepreneur muda, indah bukan?
Akan tetapi, ada budaya yang membuat pembentukan entrepreneur di negeri ini sedikit terhambat (bukan berarti tidak berjalan sama sekali). Budaya nyontek di bangku sekolah, sebuah kalimat yang tidak asing, bahkan saya pastikan anda pernah melakukannya, karena saya juga pernah. Bukan membantu atau kekikiran apalagi masalah kasihan kepada teman yang tidak bisa. Kita lihat saja, setelah kita menyontek dapatkah kita ilmu? Dapatnya ya ilmu nyontek, supaya tidak ketahuan dan mengidentifikasi teman yang pandai. Bahkan itu akan membodohkan diri kita sendiri, untuk apa dapat nilai bagus tetapi itu membuat kita semakin bodoh bukan semakin pintar, untuk apa dapat punjian dari orang lain kalau hati kita saja mencaci maki perbuatan itu.
Nilai, nilai, nilai, dan lulus, itukah yang dicari ketika kita masuk sebuah sekolah atau perguruan tinggi? Jika ditanyapun maka kita akan menjawab bahwa kita mencari ilmu, bukan mencari ijazah bukan, apalagi nilai excelent di rapor atau KHS. Seorang entreprenuer haruslah seseorang yang yakin dengan hasil kerjanya sendiri, bukan tergantung pada hasil kerja orang lain, apalagi hanya copy paste hasil karya orang lain. Ketika seseorang merintis usahanya, dia harus yakin dulu bahwa usahanya ini bagus dan akan sukses. Bagaimana jika sang pemilik usaha tidak yakin dengan usahanya mampu meyakinkan pelanggannya bahwa usahanya ini adalah usaha yang akan sukses? Sebuah kesalahan mendasar ini terjadi ketika menyotek, bagaimana bisa terjadi? Ketika kita melakukan kegiatan yang perlu kelihaian tingkat tinggi, keadaan terpaksa, dan ketidak yakinnan terhadap diri sendiri ini, secara tidak langsung kita membunuh karakter kita sendiri, mengapa? Karena ketika kita menyontek akankah orang lain mencoba bertanya kepada kita bila punya soal sulit, yang keluar “sudah dapat contekan belum?”. Tetapi jika kita mau mengerjakan soal kita sendiri, minimal orang lain minimal akan menganggap kita mampu, walaupun kemampuan kita pas-pasan.
Seorang entrepreneur belum pasti orang sangat cerdas atau jenius, tapi pastilah seorang entrepreneur itu adalah orang yang yakin akan dirinya sendiri, dan juga karya-karyanya, bukan karya orang lain. Jadi, jika anda ingin menjadi seorang entrepreneur handal, tancapkan kata nyongtek di otak anda, tapi dengan kalimat ”saya tidak akan menyontek, karena saya sendiri bisa.” Dan bantu teman-teman anda untuk bebas dari virus nyotek ini, karena menyebarnya sangat cepat, tetapi pembasmiannya sangatlah sulit.