“Harta yang paling berharga adalah keluarga
Istana yang paling indah adalah keluarga
Puisi yang paling bermakna adalah keluarga
Mutiara tiada tara adalah keluarga…..”
Disebut puisi lebih panjang dari cerpen, dibilang cerpen critanya lebih pakai bahasa puitis. Apapun namanya, apapun maknanya, dan bagaimanapun cara orang mencernanya, ini untuk keluargaku, teamku.
PM UIN Malang tahun 2011, yang ikut memang banyak, tapi tiap individu, tiap jidat punya cerita masing-masing. Mulai dari kisah bahagia, kisah gembira, bukan al kisah di negeri antah brantah, cukuplah jadi coretan dihati nan menjadi kenangan dalam diri. Bermula dari 12 pemuda-pemudi, *pemikiran saya menuju kesebelasan dg seorang menager. Laskar Ulul Albab, kami pakai formasi 4-4-2, empat defender (kaum hawa), empat midfielder (pemain tengah), dua penyerang (CF), satu goal keeper, dan satu asisten manager merangkap pemain pengganti. *terlanjur cinta bola. Bersama kurang lebih sebulan, langsung terpikir di otak saya “we are is family!” dan disini kami menjadi team.
12 laskar Ulul albab ini berjuang, lebih tepatnya senang-senang kawan, di Kelurahan Tanggung Kecamatan Kepanjen Kidul Kota Blitar. Menempati area masjid Baitur Rofi’ dan mengais rejeki ilmu serta segala hal disini. Inilah konsep kekeluargaan dalam sebuah team yang akan membuat team kerja, perusahaan ataupun kekeluargaan menjadi sangat hidup, kompeten dan tentunya siap memberikan prestasi. Konsep kekeluargaan yang kami mulai adalah menanamkan kebersamaan satu visi dan satu misi walaupun beda aplikasi “satu untuk semua semua untuk satu”. Dan hal inipun menjadi merembet kesemua hal, milikmu milik semua dan milikku milikmu juga (ini konteks barang & hal-hal yang tidak bisa dimanipulasi untuk dipakai bergantian).
Konsep kekeluargaan inilah yang membuat kami selalu senang-senang, seperti awal kedatangan ke tempat PM. Saya yang jadi coordinator darurat, karena belum ada yang memenuhi standart PSSI, AFC, apalagi FIFA *masih masalah sepak bola juga. Merangkap pemain pengganti, saya mengatakan kepada teman-teman “nang kene awake dewe lagi wisata rek, ojo digawe beban. Be enjoyed… “ dengan logat campuran. Kedatangan di tanggung kami hiasi dengan liburan serba komplit, mulai ke candi panataran, berfoto-foto ria sambil mengenal satu sama lain (hal ini masuk prinsip kebersamaan dan proses observasi antar anggota team). Lalu wisata kuliner diberbagai tempat, walau sedikit berwarna karena perbedaan pribadi, ini juga konsep mengenal lebih dekat dari makanan saudara kita. Melihat karnaval peringatan 17n agustus yang dilaksanakan bulan juli juga membuat narsisme menjadi bahan pelengkap kepercayaan diri untuk bertindak kelak. Dan puncaknya adalah ketika menikmati daerah patai serang, alasan rukyahpun jadi modal utama. Pukul 12.00 bulan belum nampak, kamipun pulang kemasjid untuk melanjutkan proses kebersamaan dalam keluarga dengan cerita selanjutnya.
Ini memberi efek pada kinerja setiap harinya, dimana team ini sangatlah toleran, Sampai hal solatpun juga begitu. Jika kelompok PM lain ada absensi pada waktu solat, dan beberapa peraturan ketat lain, baik denda dan lain sebagainya. Toleransi kelompok kami hanya mengajak tanpa memaksa, terkadang dengan kata-kata yang memberi tekanan, tetapi tetap mengandalakan kejujuran dan kekeluargaan. “cukuplah malaikat rakib dan atit yang absen kelompok kami, yang nulis dendanya juga mereka, yang nagih malaikat munkar nankir ketika dikubur kelak.” Itulah kata-kata yang akan kami ulang dan kami jadikan pedoman. Konsep kekeluargaan bukannya tanpa penghalang atau hambatan, misalkan perpedaan kata-kata, pemahaman tentang hidup, keegoisan, kebiasaan, parfum, sampai pola tidur. Tapi itulah yang membuat konsep kekeluargaan dalam sebuah team kerja dan kantorpun akan lebih indah, karena semua berani menjadi dirinya apa adanya. Tanpa manipulasi, tanpa harus basa-basi, dan tak perlu panjang lebar, menjadi simple tapi sangat mengena untuk menunjukan potensi dan kemampuan diri, sehingga memudahkan pimpinan atau coordinator untuk menentukan tugas yang tepat untuk anggota serta menempatkan pada pos yang seharusnya.
Ini mulai terbukti, ketika kami baru empat hari sampai disana sudah menerima tugas fisik yang lumayan berat. Jadi TU (tukang usung) dadakan, angkat-angkat kayu gelondongan (kaum adam), dikatakan sedikit juga ngumpul banyak, dikatakan ringan ditandu anak empat juga masih susah payah, jalan dua meter berhenti, jalan bentar berhenti lagi, saking jarangnya anak-anak kuliahan angkat-angkat berat. Hari kelima kami membersihkan masjid, mulai kran yang sudah rusak, WC & KM, tempat bersihkan kaki yang sudah sangat kotor, dan lain sebagainya. Dilanjut dengan angkat-angkat bambu yang panjangnya ideal diangkat dua orang. Tapi kegiatan ini berjalan tanpa keluhan, malah dihiasi dengan tawa, canda dan senyuman ala kekeluargaan. Begitu pula ketika waktu sahur dan buka kami ditemani nasi kurang matang, sayur gondes, ditambah tempe satu buah itupun kecil, tanpa sambal. Semua masih bisa tersenyum dan tertawa riang, walau setelah itu pulang pergi ke WC, dan protes dengan kokinya. Sampai detik akhir kami bersama di PMpun masih kami jaga kekeluargaan ini, karena kita semua keluarga “keluarga dahulu, sekarang, dan sampai kapanpun.”
Ini juga mengandung inspirasi dari Nabi Adam, kenapa? Karena umat manusia adalah keluarga, pak habibie pun kakek kita, dari Nabi Adam as tentunya. Jadi dengan segala hormat dan bangga kepada 12 laskar Ulul Albab: Ilma Nur Amalia, Lu’luul F. Algus, Rifqi Tazkiaturrahmah, Yusti Matena A.A, Alfan Choirul Huda, Dzahrul Maulana, Lutfi Wicaksono, Mohammad Fahmi F, Muchammad Ubay, Muh. Ali Ikhsanudin, Rifki Baidhowi, dan saya sendiri Tyas Haryadi. Seperti azasnya koperasi, semua elemen pemerintahan, perusahaan, organisasi, perkumpulan, dan yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak atau interaksi banyak orang. Gunakan konsep kekeluargaan dalam menjalankan roda kegiatan, insyaAllah akan mendapat kemudahan. Amin….
“masih ku ingat Baitur Rofi’, yang pernah meleset jadi Baitur Rofi’i.
Dengan no sandi 52, kelompok PM yang dihuni 12 laskar Ulul Albab.
Teamku, keluargaku, dahulu sekarang dan akan datang.
Sebagai pejantan kan ku katakana pada dunia kalian keluargaku.
Karena keluarga bisa mengubah sedih jadi bahagia, susah jadi senang.
Di keluarga juga lapar jadi kenyang, sepi jadi ramai, hambar jadi berasa.
Keluarga juga pesulap, menyulap kutu jadi kupu, menyulap seribu jadi semilyar.
Dan di keluarga semua bisa menjadi lebih baik, dan indah.
Buatlah keluargamu ada dimana-mana, dan proses memajukan bangsa.
Untuk negeri ini, merah putih tercinta.
Puisi ini untukmu, 12 laskar Ulul Albab, keluarga PMku. “
Jika saya utarakan dalam puisi kurang lebih seperti itu kawan, semoga bermanfaat untuk semua. Cerita lain di PM ini masih panjang, insyaAllah segera jadi ukiran-ukiran kata selanjutnya. “kula tresno panjenengan sedaya keluarga PM kula, gusti ingkang makarya jagad dados seksinipun. Barokallah… :) “,,, salam untuk Kelompok PM lain, semoga keberkahan bersama kalian. kita adalah laskar ulul albab yang akan sukses Dunia Akhirat, insyaAllah... salam dari Sang Pengembala Tyas Hayadi… ^_^
PM UIN Malang tahun 2011, yang ikut memang banyak, tapi tiap individu, tiap jidat punya cerita masing-masing. Mulai dari kisah bahagia, kisah gembira, bukan al kisah di negeri antah brantah, cukuplah jadi coretan dihati nan menjadi kenangan dalam diri. Bermula dari 12 pemuda-pemudi, *pemikiran saya menuju kesebelasan dg seorang menager. Laskar Ulul Albab, kami pakai formasi 4-4-2, empat defender (kaum hawa), empat midfielder (pemain tengah), dua penyerang (CF), satu goal keeper, dan satu asisten manager merangkap pemain pengganti. *terlanjur cinta bola. Bersama kurang lebih sebulan, langsung terpikir di otak saya “we are is family!” dan disini kami menjadi team.
12 laskar Ulul albab ini berjuang, lebih tepatnya senang-senang kawan, di Kelurahan Tanggung Kecamatan Kepanjen Kidul Kota Blitar. Menempati area masjid Baitur Rofi’ dan mengais rejeki ilmu serta segala hal disini. Inilah konsep kekeluargaan dalam sebuah team yang akan membuat team kerja, perusahaan ataupun kekeluargaan menjadi sangat hidup, kompeten dan tentunya siap memberikan prestasi. Konsep kekeluargaan yang kami mulai adalah menanamkan kebersamaan satu visi dan satu misi walaupun beda aplikasi “satu untuk semua semua untuk satu”. Dan hal inipun menjadi merembet kesemua hal, milikmu milik semua dan milikku milikmu juga (ini konteks barang & hal-hal yang tidak bisa dimanipulasi untuk dipakai bergantian).
Konsep kekeluargaan inilah yang membuat kami selalu senang-senang, seperti awal kedatangan ke tempat PM. Saya yang jadi coordinator darurat, karena belum ada yang memenuhi standart PSSI, AFC, apalagi FIFA *masih masalah sepak bola juga. Merangkap pemain pengganti, saya mengatakan kepada teman-teman “nang kene awake dewe lagi wisata rek, ojo digawe beban. Be enjoyed… “ dengan logat campuran. Kedatangan di tanggung kami hiasi dengan liburan serba komplit, mulai ke candi panataran, berfoto-foto ria sambil mengenal satu sama lain (hal ini masuk prinsip kebersamaan dan proses observasi antar anggota team). Lalu wisata kuliner diberbagai tempat, walau sedikit berwarna karena perbedaan pribadi, ini juga konsep mengenal lebih dekat dari makanan saudara kita. Melihat karnaval peringatan 17n agustus yang dilaksanakan bulan juli juga membuat narsisme menjadi bahan pelengkap kepercayaan diri untuk bertindak kelak. Dan puncaknya adalah ketika menikmati daerah patai serang, alasan rukyahpun jadi modal utama. Pukul 12.00 bulan belum nampak, kamipun pulang kemasjid untuk melanjutkan proses kebersamaan dalam keluarga dengan cerita selanjutnya.
Ini memberi efek pada kinerja setiap harinya, dimana team ini sangatlah toleran, Sampai hal solatpun juga begitu. Jika kelompok PM lain ada absensi pada waktu solat, dan beberapa peraturan ketat lain, baik denda dan lain sebagainya. Toleransi kelompok kami hanya mengajak tanpa memaksa, terkadang dengan kata-kata yang memberi tekanan, tetapi tetap mengandalakan kejujuran dan kekeluargaan. “cukuplah malaikat rakib dan atit yang absen kelompok kami, yang nulis dendanya juga mereka, yang nagih malaikat munkar nankir ketika dikubur kelak.” Itulah kata-kata yang akan kami ulang dan kami jadikan pedoman. Konsep kekeluargaan bukannya tanpa penghalang atau hambatan, misalkan perpedaan kata-kata, pemahaman tentang hidup, keegoisan, kebiasaan, parfum, sampai pola tidur. Tapi itulah yang membuat konsep kekeluargaan dalam sebuah team kerja dan kantorpun akan lebih indah, karena semua berani menjadi dirinya apa adanya. Tanpa manipulasi, tanpa harus basa-basi, dan tak perlu panjang lebar, menjadi simple tapi sangat mengena untuk menunjukan potensi dan kemampuan diri, sehingga memudahkan pimpinan atau coordinator untuk menentukan tugas yang tepat untuk anggota serta menempatkan pada pos yang seharusnya.
Ini mulai terbukti, ketika kami baru empat hari sampai disana sudah menerima tugas fisik yang lumayan berat. Jadi TU (tukang usung) dadakan, angkat-angkat kayu gelondongan (kaum adam), dikatakan sedikit juga ngumpul banyak, dikatakan ringan ditandu anak empat juga masih susah payah, jalan dua meter berhenti, jalan bentar berhenti lagi, saking jarangnya anak-anak kuliahan angkat-angkat berat. Hari kelima kami membersihkan masjid, mulai kran yang sudah rusak, WC & KM, tempat bersihkan kaki yang sudah sangat kotor, dan lain sebagainya. Dilanjut dengan angkat-angkat bambu yang panjangnya ideal diangkat dua orang. Tapi kegiatan ini berjalan tanpa keluhan, malah dihiasi dengan tawa, canda dan senyuman ala kekeluargaan. Begitu pula ketika waktu sahur dan buka kami ditemani nasi kurang matang, sayur gondes, ditambah tempe satu buah itupun kecil, tanpa sambal. Semua masih bisa tersenyum dan tertawa riang, walau setelah itu pulang pergi ke WC, dan protes dengan kokinya. Sampai detik akhir kami bersama di PMpun masih kami jaga kekeluargaan ini, karena kita semua keluarga “keluarga dahulu, sekarang, dan sampai kapanpun.”
Ini juga mengandung inspirasi dari Nabi Adam, kenapa? Karena umat manusia adalah keluarga, pak habibie pun kakek kita, dari Nabi Adam as tentunya. Jadi dengan segala hormat dan bangga kepada 12 laskar Ulul Albab: Ilma Nur Amalia, Lu’luul F. Algus, Rifqi Tazkiaturrahmah, Yusti Matena A.A, Alfan Choirul Huda, Dzahrul Maulana, Lutfi Wicaksono, Mohammad Fahmi F, Muchammad Ubay, Muh. Ali Ikhsanudin, Rifki Baidhowi, dan saya sendiri Tyas Haryadi. Seperti azasnya koperasi, semua elemen pemerintahan, perusahaan, organisasi, perkumpulan, dan yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak atau interaksi banyak orang. Gunakan konsep kekeluargaan dalam menjalankan roda kegiatan, insyaAllah akan mendapat kemudahan. Amin….
“masih ku ingat Baitur Rofi’, yang pernah meleset jadi Baitur Rofi’i.
Dengan no sandi 52, kelompok PM yang dihuni 12 laskar Ulul Albab.
Teamku, keluargaku, dahulu sekarang dan akan datang.
Sebagai pejantan kan ku katakana pada dunia kalian keluargaku.
Karena keluarga bisa mengubah sedih jadi bahagia, susah jadi senang.
Di keluarga juga lapar jadi kenyang, sepi jadi ramai, hambar jadi berasa.
Keluarga juga pesulap, menyulap kutu jadi kupu, menyulap seribu jadi semilyar.
Dan di keluarga semua bisa menjadi lebih baik, dan indah.
Buatlah keluargamu ada dimana-mana, dan proses memajukan bangsa.
Untuk negeri ini, merah putih tercinta.
Puisi ini untukmu, 12 laskar Ulul Albab, keluarga PMku. “
Jika saya utarakan dalam puisi kurang lebih seperti itu kawan, semoga bermanfaat untuk semua. Cerita lain di PM ini masih panjang, insyaAllah segera jadi ukiran-ukiran kata selanjutnya. “kula tresno panjenengan sedaya keluarga PM kula, gusti ingkang makarya jagad dados seksinipun. Barokallah… :) “,,, salam untuk Kelompok PM lain, semoga keberkahan bersama kalian. kita adalah laskar ulul albab yang akan sukses Dunia Akhirat, insyaAllah... salam dari Sang Pengembala Tyas Hayadi… ^_^