Suramadu, sebuah nama jembatan pertama di Indonesia yang menghubungan dua pulau yang berdekatan. Yaitu pulau Jawa dan pulau Madura, sekarang sudah menjadi satu pulau dengan terhubung jembatan sepanjang 5,438 KM. Jangan dilihat siapa yang mengkontruksi dan asal bahan bakunya, karena sudah pasti kita kecewa (bukan karena kita g'kebagian jatah kontruksi atau persenan) tapi label made in China itu masalahnya. Sesuatu yang ironis ditengah metafora kemegahan bangunan dan euphoria pendidikan di Negeri ini, apalagi di bidang arsitek dan bahan mentah masih harus menggunakan tenaga dan bahan dari Negara lain. Tapi kita sebagai umat islam patutlah bersyukur, karena jika kita bersyukur nikmat kita akan ditambah oleh allah swt. Seperti ketika kita merengek minta dibelikan sepeda motor pada waktu muda, belum dibelikan sudah minta laptop, kredit motor baru nyicil sekali malah request blackberry dan kamera digital. Bukan diberi malah kita diomeli habis-habisan, lain halnya jika kita baru dibelikan sepeda pancal oleh orang tua (baru tiga tahun yang lalu). Tapi kita selalu berterimakasih kepada beliau, tentu dengan senang hati akan membelikan permintaan kita jika ada rizki (bahkan tanpa trik-trik khusus ataupun rengekan istimewa).
Allah pun tak akan segan menambah karunia kepada hambanya, jika hamba itu pandai bersyukur. Yakinlah, karena janji allah itu pastilah benar dan tak seperti janji-janji manusia yang bisa diterjemahkan isuk tempe sore dele ( pagi tempe sore kedelai, yang berarti berubah-ubah tak pernah tetap janji). Disinilah kita harus mulai belajar, belajar bersyukur, belajar menepati janji, dan belajar untuk jadi umat yang selalu berusaha. So, marilah kita awali hari dengan senyum bangga akan negeri beribu pulau ini, busungkan dada dan beranikan diri untuk mengaku bahwa kita anak negeri ini. Negeri yang penuh warna, warna suku bangsa, bahasa, budaya, semua keanekaragaman yang mempersatukan dalam satu nama “Indonesia”. Perjuangkan negeri kita, tempat kita dilahirkan dan tempat menghabiskan hari tua (jika umur kita sampai menyentuh senja). Banyak pulau dinegeri ini, saya yang lahir di jawa dan besar di jawa memiliki rasa bangga kepada semua pulau dan suku di negeri ini (walupun jawa tetap the best).
Saat saya dengar jembatan Suramadu jadi, langsung terlintas dipikiran untuk kesana, menyebrang ke pulau islam itu (karena disana islam jadi budaya). Walaupun saya begitu terobsesi untuk menyebrang ke pulau yang mulai berubah, berubah bukan karena ekonominya yang maju, apalagi dengan petisnya. Belum genap satu semester saya kuliah saya sudah berjumpa dengan ketidak ramahan beberapa oknum mahasiswa dari pulau panas itu. Betapa emosinya meledak-ledak dan terlalu bangga serta menganggap dirinya paling, itulah yang saya pikirkan waktu bermasalah dengan anak Madura. Masalah dari persentasi antar kelas dan masalah cewek dan berantem, padahal saya juga malah lebih meledak-ledak dan emosi (keagungan allah, setelah ada masalah kita dapat mengoreksi dan bercermin). Itu hanya paradikma saya, memang orang madura adalah orang-orang berjiwa bisnis tinggi yang keras (dalam berucap dan dertindak). Tapi tak semuanya memiliki kriteria itu, seperti yang ada di sekeliling kita (tak semua orang mewakili kebiasaan atau cerminan masyarakat secara keseluruhan).
Ketika saya menapakkan kaki di bus pariwisata yang mengantarkan saya menyebrang ke pulau tetangga itu, bahasa asing mulai mengumandang seantero bus. Membuat mata semakin ngantuk, karena belum terlalu paham apa yang mereka bicarakan. Jembatan yang kokoh (walaupun kurang megah), itulah yang tersirat dari jembatan yang membuat pelabuhan kamal sepi penumpang. Ketika masuk madura, mata langsung tersuguhi pemandangan yang “subhanallah”. Tanah datar yang ditumbuhi rumput dan diselingi pepohonan, sehingga mirip padang safana dimusim penghujan. Mungkin itu hal biasa bagi ping atau conk (panggilan cewek dan cowok untuk anak madura), tapi mereka belum pernah menceritakan hal itu, padahal itu salah satu hal yang dapat memikat hati (bukan hanya lawan jenis kita yang maskulin atau seksi). Karena setiap daerah di Indonesia punya potensi keindahan alam, hanya berbeda dalam bentuk obyek keindahannya. Serentak rasa rindu akan kampung halaman menghinggapi hatiku, tapi saya bersyukur telah sampai pulau keempat yang telah saya singgahi. Tanah padas yang merupakan ciri khas dari daerah dataran rendah membuat lampung kembali terbayang dikepala, suasana alami yang indah dan membuat seakan berada di planet lain.
Saya belum lama meninggalkan kampung halaman tetapi rasa rindu sudah membumbung seketika itu diubun-ubunku. Akan tetapi semua ada hikmahnya, dalam perjalanan sendirianku ini. Sampai disampang pukul 19.15, perut langsung menghantarkan kaki menyambangi penjual nasi goreng (maklumlah di ma’had itu salah satu makanan favorit). Gerimis menyambut kedatangan saya dikota yang mulai berkembang ini, setelah itu saya ke masjid sekalian menjamak solat magrib. “Inilah madura, islam adalah agama dan budaya.” Kata itu tidaklah salah, walaupun juga tidak 100% benar, suasana islami begitu terasa. Terasa dari kebiasaan pemuda yang hoby membaca kallamullah (firman allah) susunan ta’mir yang kebanyakan bertitle Haji. Sebelum menggapai mimpi di masjid sayapun menyerahkan KTP dulu kepengurus masjid itu. Ntah nama masjidnya, saya sendiri lupa, yang pasti masjid didekat pasar sampang dan sebelum terminal (jika dari arah surabaya). Hanya dua malam saya berada dipulau yang terkenal dengan satenya ini, tapi banyak hal bisa saya pelajari.
“tolibul ilmi walaukaana bisin” caarilah ilmu sampai ke negeri cina, sabda rasulullah saw. Saya mamang belum sampai cina, tapi minimal madura bisa memberi ilmu yang tidak kalah dengan cina (sekaligus penyemangat saya untuk mencapai pulau-pulau berikutnya). Sewaktu saya berpindah tempat bermalam ke masjid jami’ dekat tugu pahlawan, ilmu yang saya dapatkan adalah “seperti apapun penampilan kita, pekerjaan, intelektualitas dan sedang apa kita, jika ada adzan, solatlah karena disinilah yang membuat percaya diri untuk berkata saya muslim.” Barang bawaan rutin sebagian anak madura yang saya jumpai di masjid (bukan dipasar, warung tempat bolos, atau mangkalnya preman, atau pak polisi yang kurang respect kalua ada masalah), adalah peci dan sarung. Lain hal dengan anak muda jaman sekarang yang lebih bingung ketinggalan laptop, buku, hp, daripada ketinggalan alat solat dan al-qurannya.
Perdagangan adalah salah satu penopang ekonomi di madura, selain pertanian, wisata dan lain-lain. Saat mata memperhatikan aktivitas pedagang di sekitar tugu, otak kanan membuat bayangan 3D ( tiga dimensi ) yang langsung ditata menjadi data base oleh otak kiri saya. Kejujuran adalah modal utama mereka, karena jujur itu bisa menghancurkan, menghancurkan noda-noda hitam dihati kita. Jujurpun bisa menjadi bakteri, bakteri yang menjadi anti body dosa. Dan menutup jalan, menutup jalan keneraka agar surga semakin dekat dengan kita. Rasulullah saw. Adalah seorang pedegang, beliau selalu memegang asas kejujuran jadi tanpa pikir sudah sewajibnya kita mengikuti beliau. Kompitisi yang sehat (bukan kompetisi lari maraton atau renang jarak jauh), tetapi dalam berjualan tidak ada kata berebut pelangganan apa lagi saling menjatuhkan. Yang ada adalah saling membantu tapi tanpa melalaikan usahanya sendiri, sebuah budaya yang indah. Pengaplikasian budaya islam di madura, sebuah hal yang membuat orang merasa tenang (batinnya) ketika berkunjung ke madura. Bahkan sampai terlintas dipikiran saya, “bagaimana ya kalau nanti punya pendamping dari madura?” tentu itu sebuah keinginan yang terbawa suasana, tapi dalam keadaan yang sadar. Wallahua’lam bisowaf, namanya jodoh, rizki, mati ada ditangan allah. Kita harus bersyukur dan melakukan terbaik, ingat hidup adalah anugarah.
Makanan seharga Rp3000,- (makanan daerah madura dari biji-bijian dan beras ketan merah), kalau namanya saya sulit mengucapkan. Membuat saya ingin berkunjung lagi kesana (suatu saat nanti). Madura berpeluang jadi pulau yang megah, maju, dan islami tentunya, tapi jangan kehilang jati dirimu wahai pulau yang memiliki api abadi. Begitu pula untuk jubek (panggilan jelek dalam bahasa arab), teman saya yang berasal dari sampang dan pamekasan, semoga allah meridhoi kalian, barokallah.
Allah pun tak akan segan menambah karunia kepada hambanya, jika hamba itu pandai bersyukur. Yakinlah, karena janji allah itu pastilah benar dan tak seperti janji-janji manusia yang bisa diterjemahkan isuk tempe sore dele ( pagi tempe sore kedelai, yang berarti berubah-ubah tak pernah tetap janji). Disinilah kita harus mulai belajar, belajar bersyukur, belajar menepati janji, dan belajar untuk jadi umat yang selalu berusaha. So, marilah kita awali hari dengan senyum bangga akan negeri beribu pulau ini, busungkan dada dan beranikan diri untuk mengaku bahwa kita anak negeri ini. Negeri yang penuh warna, warna suku bangsa, bahasa, budaya, semua keanekaragaman yang mempersatukan dalam satu nama “Indonesia”. Perjuangkan negeri kita, tempat kita dilahirkan dan tempat menghabiskan hari tua (jika umur kita sampai menyentuh senja). Banyak pulau dinegeri ini, saya yang lahir di jawa dan besar di jawa memiliki rasa bangga kepada semua pulau dan suku di negeri ini (walupun jawa tetap the best).
Saat saya dengar jembatan Suramadu jadi, langsung terlintas dipikiran untuk kesana, menyebrang ke pulau islam itu (karena disana islam jadi budaya). Walaupun saya begitu terobsesi untuk menyebrang ke pulau yang mulai berubah, berubah bukan karena ekonominya yang maju, apalagi dengan petisnya. Belum genap satu semester saya kuliah saya sudah berjumpa dengan ketidak ramahan beberapa oknum mahasiswa dari pulau panas itu. Betapa emosinya meledak-ledak dan terlalu bangga serta menganggap dirinya paling, itulah yang saya pikirkan waktu bermasalah dengan anak Madura. Masalah dari persentasi antar kelas dan masalah cewek dan berantem, padahal saya juga malah lebih meledak-ledak dan emosi (keagungan allah, setelah ada masalah kita dapat mengoreksi dan bercermin). Itu hanya paradikma saya, memang orang madura adalah orang-orang berjiwa bisnis tinggi yang keras (dalam berucap dan dertindak). Tapi tak semuanya memiliki kriteria itu, seperti yang ada di sekeliling kita (tak semua orang mewakili kebiasaan atau cerminan masyarakat secara keseluruhan).
Ketika saya menapakkan kaki di bus pariwisata yang mengantarkan saya menyebrang ke pulau tetangga itu, bahasa asing mulai mengumandang seantero bus. Membuat mata semakin ngantuk, karena belum terlalu paham apa yang mereka bicarakan. Jembatan yang kokoh (walaupun kurang megah), itulah yang tersirat dari jembatan yang membuat pelabuhan kamal sepi penumpang. Ketika masuk madura, mata langsung tersuguhi pemandangan yang “subhanallah”. Tanah datar yang ditumbuhi rumput dan diselingi pepohonan, sehingga mirip padang safana dimusim penghujan. Mungkin itu hal biasa bagi ping atau conk (panggilan cewek dan cowok untuk anak madura), tapi mereka belum pernah menceritakan hal itu, padahal itu salah satu hal yang dapat memikat hati (bukan hanya lawan jenis kita yang maskulin atau seksi). Karena setiap daerah di Indonesia punya potensi keindahan alam, hanya berbeda dalam bentuk obyek keindahannya. Serentak rasa rindu akan kampung halaman menghinggapi hatiku, tapi saya bersyukur telah sampai pulau keempat yang telah saya singgahi. Tanah padas yang merupakan ciri khas dari daerah dataran rendah membuat lampung kembali terbayang dikepala, suasana alami yang indah dan membuat seakan berada di planet lain.
Saya belum lama meninggalkan kampung halaman tetapi rasa rindu sudah membumbung seketika itu diubun-ubunku. Akan tetapi semua ada hikmahnya, dalam perjalanan sendirianku ini. Sampai disampang pukul 19.15, perut langsung menghantarkan kaki menyambangi penjual nasi goreng (maklumlah di ma’had itu salah satu makanan favorit). Gerimis menyambut kedatangan saya dikota yang mulai berkembang ini, setelah itu saya ke masjid sekalian menjamak solat magrib. “Inilah madura, islam adalah agama dan budaya.” Kata itu tidaklah salah, walaupun juga tidak 100% benar, suasana islami begitu terasa. Terasa dari kebiasaan pemuda yang hoby membaca kallamullah (firman allah) susunan ta’mir yang kebanyakan bertitle Haji. Sebelum menggapai mimpi di masjid sayapun menyerahkan KTP dulu kepengurus masjid itu. Ntah nama masjidnya, saya sendiri lupa, yang pasti masjid didekat pasar sampang dan sebelum terminal (jika dari arah surabaya). Hanya dua malam saya berada dipulau yang terkenal dengan satenya ini, tapi banyak hal bisa saya pelajari.
“tolibul ilmi walaukaana bisin” caarilah ilmu sampai ke negeri cina, sabda rasulullah saw. Saya mamang belum sampai cina, tapi minimal madura bisa memberi ilmu yang tidak kalah dengan cina (sekaligus penyemangat saya untuk mencapai pulau-pulau berikutnya). Sewaktu saya berpindah tempat bermalam ke masjid jami’ dekat tugu pahlawan, ilmu yang saya dapatkan adalah “seperti apapun penampilan kita, pekerjaan, intelektualitas dan sedang apa kita, jika ada adzan, solatlah karena disinilah yang membuat percaya diri untuk berkata saya muslim.” Barang bawaan rutin sebagian anak madura yang saya jumpai di masjid (bukan dipasar, warung tempat bolos, atau mangkalnya preman, atau pak polisi yang kurang respect kalua ada masalah), adalah peci dan sarung. Lain hal dengan anak muda jaman sekarang yang lebih bingung ketinggalan laptop, buku, hp, daripada ketinggalan alat solat dan al-qurannya.
Perdagangan adalah salah satu penopang ekonomi di madura, selain pertanian, wisata dan lain-lain. Saat mata memperhatikan aktivitas pedagang di sekitar tugu, otak kanan membuat bayangan 3D ( tiga dimensi ) yang langsung ditata menjadi data base oleh otak kiri saya. Kejujuran adalah modal utama mereka, karena jujur itu bisa menghancurkan, menghancurkan noda-noda hitam dihati kita. Jujurpun bisa menjadi bakteri, bakteri yang menjadi anti body dosa. Dan menutup jalan, menutup jalan keneraka agar surga semakin dekat dengan kita. Rasulullah saw. Adalah seorang pedegang, beliau selalu memegang asas kejujuran jadi tanpa pikir sudah sewajibnya kita mengikuti beliau. Kompitisi yang sehat (bukan kompetisi lari maraton atau renang jarak jauh), tetapi dalam berjualan tidak ada kata berebut pelangganan apa lagi saling menjatuhkan. Yang ada adalah saling membantu tapi tanpa melalaikan usahanya sendiri, sebuah budaya yang indah. Pengaplikasian budaya islam di madura, sebuah hal yang membuat orang merasa tenang (batinnya) ketika berkunjung ke madura. Bahkan sampai terlintas dipikiran saya, “bagaimana ya kalau nanti punya pendamping dari madura?” tentu itu sebuah keinginan yang terbawa suasana, tapi dalam keadaan yang sadar. Wallahua’lam bisowaf, namanya jodoh, rizki, mati ada ditangan allah. Kita harus bersyukur dan melakukan terbaik, ingat hidup adalah anugarah.
Makanan seharga Rp3000,- (makanan daerah madura dari biji-bijian dan beras ketan merah), kalau namanya saya sulit mengucapkan. Membuat saya ingin berkunjung lagi kesana (suatu saat nanti). Madura berpeluang jadi pulau yang megah, maju, dan islami tentunya, tapi jangan kehilang jati dirimu wahai pulau yang memiliki api abadi. Begitu pula untuk jubek (panggilan jelek dalam bahasa arab), teman saya yang berasal dari sampang dan pamekasan, semoga allah meridhoi kalian, barokallah.
oke oke aja
ReplyDelete