15 Feb 2012

Jika Kau Jadi Istriku Nanti

       SAYA, adalah orang dengan pribadi jarang curhat dengan manusia, jarang mengatakan isi hati kepada individu, segala emosi yg ada dihati adalah sesuatu yg spesial untukku. Saat aku menangis, tak pernah orang tahu, dan tak kuceritakan pada siapapun. Mungkin sesekali yg tahu saat aku menangis adalah adikku, saat jadi imam ngajak si peri cantik itu untuk sholat jamaah lalu belajar alif2an setelahnya. Seperti biasa ngajari adik yg kreatif ini sangat perlu kesabaran, waktu ngaji dan sholat di musholla harus saya potong demi adikku tercinta ini. Saat berdoa dg multi bahasa (sebisanya dan sepahamnya) disaat itulah air mataku keluar, isakannyapun terdengar, hanya adikku yang tahu. Bahkan ketika aku menangis tak pernah ibuku tahu, ketika aku menangis tak pernah ayahku (biasanya ku panggil bapak) mendengar apalagi tahu ceritanya.
        Itu kenapa? Karena aku selalu ingin berbagi senyum, tak pernah aku ingin berbagi tangis dengan siapapun, kecuali Allah dan adikku. Agar adikku tahu kalau aku juga bisa menangis, kakaknya yang gagah dihadapannya, yang selalu membantu disaat dia butuh yg selalu mengajari hal-hal yang tak diajarkan ibu serta bapak juga lemah. Kakaknya ini sangatlah lemah, sedikit2 menangis, bukan karena derita, bukan karena sakit, tapi karena yg ada dihati. Saat aku berdiri dengan sengatan matahari (mewarnai pagar depan rumah dg pilok pembuatan CML) adikku itu setia mendampingi. Dengan gurauan kecil dan kejahilannya setia menemaniku, dari hari ke hari, bahkan ketika hujan turun dialah yang mengingatkan “mas udan lo, g’mlebu omah?” ucapnya polos dg logat jawa.
       Kok ini malah cerita masalah nangis dan adik, g’sesuai banget dengan judul? (Mungkin ini pertanyaan anda). Tunggu dulu, sayakan masih jomblo, “status memang jomblo, tp maaf saya tak cari pacar, tp saya cari istri.” Ini masih jadi motto saya kawan. Aku hanya ingin melihat seberapa respek dirimu akan orang lain, karena aku butuh calon istri yg mau sama memberi manfaat sebanyak2nya untuk orang lain. Kelak wahai wanita yg mulia, jika kau sudah ku pinang, sudah jadi calon ibu dari anak-anakku. Kaulah yg akan bersamaku mendengar tangisku, melihat air mata menetes dari mataku. Kau pula yang akan aku bela, kau yg akan aku lindungi, kau yang akan aku jahili, kau yang akan aku ganggu dengan celotehanku. Mungkin waktu itu aku juga akan masih memberikan hal sama untuk adikku, karena waktu itu waktu paling rawan untuk dunia remajanya. Tapi, kamu juga akan memberikan pendidikan itu pada adikku, dan mungkin aku akan mengajarkan sesuatu hal sederhana untuk adikmu, kemenakanmu, atau keluargamu yg masih kecil atau dibawah kita.
        Saat aku berkerja dirumah dengan sekuat tenaga + konsentrasi, ku lihat kau disampingku menemani, barangkali sesekali aku butuh bantuan (tp aku lebih senang kau yg mengaji). Kau pula yang akan mengingatkanku kalau waktunya sholat ashar, karena diriku sering terlupa waktu jika sedang semangat bekerja.
        Wahai wanita yg kurang beruntung (ini versi merendahkan diri), yg kurang beruntung mengiyakan menerima pinangan tyas haryadi. Aku manusia yg hina, sering berbuat salah dan khilaf, sedikit bertangan besi, keras kepala, dan suka bersikap diluar pikiran orang (ini ku sebut kreatif kadang romantis). Semoga kelak kau sabar dan terus istiqomah untuk mengingatkanku, kadang aku jadi malaikat, tp kau pasti kau akan melihat aku jd syetan walau itu tak ku mau. Jadilah pemenuh kekurangan dalam pribadiku, jadilah sohibku yg akan membantu CML dan CMSku. Aku akan mengatakan padamu di awal “keluarga kita harus semakin berguna untuk orang banyak, umat, bangsa, negera dan agama.”
        Wahai kepingan mimpi dan angan2ku, kadang hati ini begitu rindu padamu. Saat melihat ayahku pergi kerja (seorang pelaut), memeluk ibu, mencium kening beliau, ku teringat dirimu. Waktu eyang kakungku di dampingi eyang putri di ruang tamu (at mojokerto February ini), aku membayang kita berdua sudah keriput dan lebih akur serta mesra dari keduanya.
        Sosok wanita yang ku rindu, akupun curhat akan dirimu kelak pada adikku, tp sebagian kecil. Sebagian kecilnya lagi adalah kepada ibuku, dan secuil untuk ayahku dan total kepada Allah Rabb kita. Wahai calon ibu dr anak-anakku, sosok ayah itu yang paling sedikit mengapresiasi dalam kata untuk keluarga tentang rasa cintanya, ternyata itu pula yang tercermin dari diriku, perlahan demi perlahan tanpa ku sadari. Aku cerewet, tapi pada hal yang disebut berguna untuk orang banyak, sementara rasa sayang yang dianugerahkan Allah padaku aku kubur dalam. Dalam sekali wahai tulang rusukku, yg kelak itu jadi harta karun untukmu. Biarkan tulisanku ini kau baca sekarang, besok, atau mungkin setelah kita menikah kelak.
        Oya, kemarin ku dari rumah eyang di mojokerto, bulik (adiknya ayah) “ibu cilik” baru aja lahirin, anak beliau cow, cakep & imut. Akupun berimajinasi betapa bahagia aku melihat tyas junior, terbayang, mau tak kasih nama siapa ya? Pake nama jawa penuh hikmah atau nama arab? Ah, ntar saja waktu kau sudah hamil. Biar aku yang akan istiqoroh buat nentuin nama, lalu ku konsul padamu. Wanita adalah juara 1,2,3, kamu, iya kamu, layaknya ayah bicara pada ibu.
       Kau baik2, ingat Allah bersama kita, takdir kita sudah ditulis sang kuasa. Mari siapin diri, saya nyiapin kekakayaan dulu (baik hati, ilmu, akhlak dan jg dana). Kau siapkan dirimu agar halal bagiku kelak dg ilmumu dan akhlak muliamu, aku lempar senyum dari hatiku yg kali ini jd melankolis serta romantis untukmu. ^_^ …. Jika kau jadi istriku nanti, itu tulisan kali ini ku beri judul. Tyas Haryadi, Sang Penggembala.

2 comments:

  1. cerita yang menarik dan inspiratif
    semoga ALLAH SWT mengabulkan dan memberikan yang terbaik buat pean.
    :-)

    ReplyDelete
  2. terimakasih ning fefy, barokallahfik.... :)
    amin ya rabb, semoga anda jg dpt yg lbh baik...

    ReplyDelete

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com