Bersama menatap samudera, serang. |
Masih tentang sebuah cerita hunting di kota yg diayomi gunung kelud, inilah Blitar kutha cilik sing kawentar. Kali ini saya ke pantai selatan kabupaten yang dijadikan tempat pemakaman proklamator RI, Bung Karno. Kali ini kami tim 12 laskar Ulul Albab, kelompok 52 yang ngadain Pengabdian Masyarakat di Masjid Baitur Rofi’ kota Blitar melakukan ekspedisi ke pantai Serang. Ini bukan pantai yang ada di Banten atau pantai yang mengartikan serbu. Memang namanya “serang” dibaca mirip dengan kata-kata “serang” yang berarti menyerbu. Kali ini kami lengkap ber12, ditambah satu kawan lagi dari tempat PM sebelah. Dan ternyata beberapa hari setelah kami ada satu korban, sama-sama teman PM dari tetangga kecamatan hanyut ke samudera hindia, di pantai serang ini juga. *ngeri, dan semoga Allah memberkahinya, amin, alfatehah.
Kami ber 13 terlebih dahulu mampir kerumah salah satu anggota kelompok 52, yaitu ilmu. Yang rumahnya adalah di lodoyo, dekat pasar dan juga perempatannya, sehingga kami mampir untuk sarapan pagi, bernarsis ria dan ditutup dengan makan durian sepuasnya. Setelah selesai sarapan dirumah ilma, kami melanjutkan perjalanan dengan membawa bekal durian yang sudah dikupas dan tanpa lupa mengucapkan terimakasih kepada keluarga beliau. Perjalanan kepantai serang masih ada sekitar 1jam dari rumah ilma, jalan berliku kekanan dan kekiri. Belum lagi aspal yang kurang rata dilengkapi dengan ruas jalan yang tak terlalu lebar ini menguras teknik kami sebagai pembalap (pemuda berbadan gelap). Di perjalanan menuju sana, kiri kanan jalan masih saya lihat pemandangan nan asri dan desa, yang jelas masih sangat jauh dengan yang namanya keteraturan, tetapi sangat erat dengan kesan apa adanya dan keramahannya.
Setelah hampir 45 menit melewati desa-desa, kami mulai memasuki area pantai. Daerah ini mulai ditandai dengan kami turun dari bukit-bukit kecil yang sempat kami naiki perlahan dengan kuda besi kami. Dan memasuki pintu masuk pantai serang dengan pohon kelapa yang sudah berkeliaran disana-sini. Kami masih sempat melihat tambak nan deras airnya dan sebuah system yang indah sekali. Inilah kebesaran Allah kawan, membuat manusia mampu membuat sesuatu yang luar biasa pula. 15 menit berselang kami sudah bisa melihat pantai nan indah dengan pasir lembutnya dan menjebak roda-roda sepeda motor kami. Setelah turun, teman-temanpun langsung asik sendiri dengan foto-foto, menyentuh air dan lain sebagainya. Belum lama, si bekal keluar untuk disantap bersama, kecuali mocil dan kakep. Mocil dan kakep adalah nama julukan, nama keduanya adalah rifqi dan rifki, yang satu cewek yang satunya cowok.
Setelah selesai makan, kami berfoto ria sambil menikmati sejuknya angin dari laut yang membawa percikan air laut. Bermain dengan pasir, menulis nama, menulis motto hidup, menulis daerah asal, bermain dengan hewan atau tumbuhan yang terdampar disana. Memang pantai selatan jawa tidak kurang memberi keindahan, karena pantai ini langsung menghadap ke samudera hindia. “ayo renang nang australi rek!” sahut saya yang dikoment berbagai versi oleh yang. Macam kakep dan lembut (sebuah julukan untuk anak lemu mbutel), “ngawur, gendeng ye?” sambil tersenyum dan tertawa. Itulah tujuanku kawan, *selalu membuat orang disekitarku tersenyum dan bahagia. Sebenarnya tak ada salahnya berenang ke Australi, sampai atau tidaknya kan gak tahu, yang penting mau berenang kesana. :D
Lalu akupun berlari mencari sesuatu yang berbeda disudut-sudut berbeda pantai ini. Sia-sia bagiku jika sekali kesini tak dimaksimalkan semaksimal mungkin kawan. Disana-disini kami bisa melihat betapa luar biasa bumi itu diciptakan Allah. Di muara, ku temukan bahwa disanya sangat tinggi kandungan magnetnya, bahkan bisa sampai 40% berbeda dengan pasir-pasir dipantainya. Dan kami melihat sebuah tempat yang bisa melihat tempat lain sedikit keatas di tempat itu adalah tempat untuk melihat bulan atau Ruksoh (proses perhitungan derajat munculnya bulan) untuk menentukan sudah bulan puasa atau belumnya. Dan akhirnya kami menggocek sepeda motor kami kesana, senggol kanan-kiri, liuk sana-liuk sini. Kami menuju daerah muara yang sebelahnya juga ada tempat berteduh.
Saat teman-teman berhenti disana, saya yang naik sepeda motor tetap melaju keatas, ingin melihat pemandangan berbeda diatas sana. Subhanallah, memang Allah menciptakan sesuatunya dengan perhitungan yang maha, tak ada duanya kawan. Samudera hindia seperti tiada ujung, memandang ketepi nan jauh dihiasi tebing-tebing yang kehijauan dan ditutupi awan-awan putih, serda diderba ombak membuat semakin sedap dipandang mata. Melihat pantai dibawah yang kecil tetapi memberi kemanjaan. Tambak yang berada dibelakang bukit ini, seperti hamparan kotak-kotak puzzle sewarna yang terstruktur sebegitu indahnya. Belum lagi tanah-tanah di bukit sebelah yang dibuat petak-petak atau terasering, sehingga makin menakjubkan untuk mata dan hati ini.
Sejenak berhenti melihat laut, lalu melihat darat, kembali ke samudera luas itu. Saya berpikir “andai Allah menghendaki dengan satu sapuan, tentu akupun yang ada diatas bukit juga lenyap seketika, bukan hanya mereka yang ada dibawah.” Sekali lagi pikiran ini menemukan berapa manusia tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan yang maha kuasa. Dan setelah itu saya turun lalu mengambil kamera untuk berfoto ria untuk mengabadikan pengalaman yang jarang-jarang ini kawan. Pendek cerita setelah sampai waktu duhur, kami memutuskan untuk kembali karena besoknya adalah puasa pertama (walaupun masih banyak polemik tentang kapannya). Inilah kawan, selalu ada hikmah dibalik hikmah sebuah perjalanan, salam dari Sang Penggembala, Tyas Haryadi…. ^_^
Kami ber 13 terlebih dahulu mampir kerumah salah satu anggota kelompok 52, yaitu ilmu. Yang rumahnya adalah di lodoyo, dekat pasar dan juga perempatannya, sehingga kami mampir untuk sarapan pagi, bernarsis ria dan ditutup dengan makan durian sepuasnya. Setelah selesai sarapan dirumah ilma, kami melanjutkan perjalanan dengan membawa bekal durian yang sudah dikupas dan tanpa lupa mengucapkan terimakasih kepada keluarga beliau. Perjalanan kepantai serang masih ada sekitar 1jam dari rumah ilma, jalan berliku kekanan dan kekiri. Belum lagi aspal yang kurang rata dilengkapi dengan ruas jalan yang tak terlalu lebar ini menguras teknik kami sebagai pembalap (pemuda berbadan gelap). Di perjalanan menuju sana, kiri kanan jalan masih saya lihat pemandangan nan asri dan desa, yang jelas masih sangat jauh dengan yang namanya keteraturan, tetapi sangat erat dengan kesan apa adanya dan keramahannya.
Setelah hampir 45 menit melewati desa-desa, kami mulai memasuki area pantai. Daerah ini mulai ditandai dengan kami turun dari bukit-bukit kecil yang sempat kami naiki perlahan dengan kuda besi kami. Dan memasuki pintu masuk pantai serang dengan pohon kelapa yang sudah berkeliaran disana-sini. Kami masih sempat melihat tambak nan deras airnya dan sebuah system yang indah sekali. Inilah kebesaran Allah kawan, membuat manusia mampu membuat sesuatu yang luar biasa pula. 15 menit berselang kami sudah bisa melihat pantai nan indah dengan pasir lembutnya dan menjebak roda-roda sepeda motor kami. Setelah turun, teman-temanpun langsung asik sendiri dengan foto-foto, menyentuh air dan lain sebagainya. Belum lama, si bekal keluar untuk disantap bersama, kecuali mocil dan kakep. Mocil dan kakep adalah nama julukan, nama keduanya adalah rifqi dan rifki, yang satu cewek yang satunya cowok.
Setelah selesai makan, kami berfoto ria sambil menikmati sejuknya angin dari laut yang membawa percikan air laut. Bermain dengan pasir, menulis nama, menulis motto hidup, menulis daerah asal, bermain dengan hewan atau tumbuhan yang terdampar disana. Memang pantai selatan jawa tidak kurang memberi keindahan, karena pantai ini langsung menghadap ke samudera hindia. “ayo renang nang australi rek!” sahut saya yang dikoment berbagai versi oleh yang. Macam kakep dan lembut (sebuah julukan untuk anak lemu mbutel), “ngawur, gendeng ye?” sambil tersenyum dan tertawa. Itulah tujuanku kawan, *selalu membuat orang disekitarku tersenyum dan bahagia. Sebenarnya tak ada salahnya berenang ke Australi, sampai atau tidaknya kan gak tahu, yang penting mau berenang kesana. :D
Lalu akupun berlari mencari sesuatu yang berbeda disudut-sudut berbeda pantai ini. Sia-sia bagiku jika sekali kesini tak dimaksimalkan semaksimal mungkin kawan. Disana-disini kami bisa melihat betapa luar biasa bumi itu diciptakan Allah. Di muara, ku temukan bahwa disanya sangat tinggi kandungan magnetnya, bahkan bisa sampai 40% berbeda dengan pasir-pasir dipantainya. Dan kami melihat sebuah tempat yang bisa melihat tempat lain sedikit keatas di tempat itu adalah tempat untuk melihat bulan atau Ruksoh (proses perhitungan derajat munculnya bulan) untuk menentukan sudah bulan puasa atau belumnya. Dan akhirnya kami menggocek sepeda motor kami kesana, senggol kanan-kiri, liuk sana-liuk sini. Kami menuju daerah muara yang sebelahnya juga ada tempat berteduh.
Saat teman-teman berhenti disana, saya yang naik sepeda motor tetap melaju keatas, ingin melihat pemandangan berbeda diatas sana. Subhanallah, memang Allah menciptakan sesuatunya dengan perhitungan yang maha, tak ada duanya kawan. Samudera hindia seperti tiada ujung, memandang ketepi nan jauh dihiasi tebing-tebing yang kehijauan dan ditutupi awan-awan putih, serda diderba ombak membuat semakin sedap dipandang mata. Melihat pantai dibawah yang kecil tetapi memberi kemanjaan. Tambak yang berada dibelakang bukit ini, seperti hamparan kotak-kotak puzzle sewarna yang terstruktur sebegitu indahnya. Belum lagi tanah-tanah di bukit sebelah yang dibuat petak-petak atau terasering, sehingga makin menakjubkan untuk mata dan hati ini.
Sejenak berhenti melihat laut, lalu melihat darat, kembali ke samudera luas itu. Saya berpikir “andai Allah menghendaki dengan satu sapuan, tentu akupun yang ada diatas bukit juga lenyap seketika, bukan hanya mereka yang ada dibawah.” Sekali lagi pikiran ini menemukan berapa manusia tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan yang maha kuasa. Dan setelah itu saya turun lalu mengambil kamera untuk berfoto ria untuk mengabadikan pengalaman yang jarang-jarang ini kawan. Pendek cerita setelah sampai waktu duhur, kami memutuskan untuk kembali karena besoknya adalah puasa pertama (walaupun masih banyak polemik tentang kapannya). Inilah kawan, selalu ada hikmah dibalik hikmah sebuah perjalanan, salam dari Sang Penggembala, Tyas Haryadi…. ^_^
0 komentar:
Post a Comment