Masjid agung ponorogo. |
Sudah berkali-kali mungkin diri ini berkunjung ke tetangga kabupaten, kota Reog, Ponorogo. Tetapi belum sempat tangan ini mengetikkan kata-kata indah nan dibumbui fakta serta beradu antara subjek serta objek, agar menjadi sebuah karya yang menggugah (bukan membangunkan orang tidur), terlebih bermanfaat untuk yang lain. Kali ini saya akan bercerita sedikit yang saya tahu tentang Kota Ponorogo, di selatan kabupaten saya, Magetan. Saya masih ingat ketika saya beberapa kali bermain ke Ponorogo pada malam hari di waktu SMA dahulu, itupun dengan kawan. Cukup menarik hati, karena memiliki karakteristik berbeda dengan kota-kota lain yang sudah saya kunjungi kawan. Di kota Reog ini sangat memiliki lingkungan nan hijau, walau masih terkesan lebih panas dari Magetan karena bukan daerah pegunungan.
Ketika melakukan perjalanan ke Pacitan, saya mampir dulu kerumah saudara se jurusan TI (teknik informatika) UIN Maulana Malik Ibrahim Malang angkatan 2009. Dan juga saudara se kakek nabi Adam AS dan nenek Siti Hawa. Rifki Baidhowi namanya, bermata empat pula, tapi tak berkaki empat kawan. Rumahnya, rumah orangtuanya dekat dengan terminal Ponorogo, yang jalannya memenuhi standar jalan persawahan dahulunya. Tetapi waktu itu subhanallah, licin sekali kawan, tapi belum selicin lidah manusia. Disana saya menyerahkan STNK sepeda motor bukan merk Indonesia *tak saya sebutkan, krn kan lagi galakkan “cinta produk dlm negeri”. :D,,, Sambil pinjam stik PS untuk main PES di pacitan. ~> baca Potensi yang belum terpotensikan.
Lalu saya melewati kota yang didiami pondok pesantren modern “DARUSSALAM, GONTOR”. Jalanan memang belum terlalu bagus dan terlalu luas, dibandingakan dengan jalan-jalan jalur utama lainnya. Saya masih ingat di Ponorogo ini terdapak kampung miskin, karena penduduk disuatu kampung terlalu banyak orang yang berada dibawah garis kemiskinan. Ada pula kampung idiot, dimana kebanyakan orangnya disuatu kampung memiliki keterbelakangan mental, bahasa kerennya idiot. Tapi saya menemui beberapa putra daerahnya punya kemampuan diatas rata-rata kawan. Walaupun Cuma bisa dikatakan itu sebagai sample, ramahnya juga masih ada kawan, ketika saya bertanya dan bertamu sambutannya memang orang jawa banget.
Saya masih teringat dengan telaga ngebel, lalu naik ke atas di air terjunnya. Memang subhanallah pokoknya, telaga yg luas penuh dengan ikan-ikan nan enak tentunya kalau dibakar ditambah bumbu-bumbu mantap. Air terjun yang sudah lama pula tak saya kunjungi, masih teringat disana ketika menikmati percikan air, berjalan dibawah dedaunan pohon kopi. Selain itu juga ada kebun binatang mini, diatas telaga. Ada rusa dan merak yang pernah saya sentuh dan saya foto tentunya, sebagai kenang-kenangan dan bibit pembelajaran fotographi. ^_^
Ada pula alun-alun nan sangat luas dan ramai dengan mainan, makanan, jualan, dan serba-serbinya, apalagi untuk malam harinya. Adapula masjid agungnya, Nampak sudah lama, jika melihat di dalamnya, tapi diluarnya mungkin sudah dipugar, nyaman sekali beribadah disana kawan. Kantor DPRD yang lebih mirip dengan kantor pencakar langit, atau hotel ini menjadi ikon pula untuk kota Ponorogo disamping ada patung singa semacam yang ada di singapura. Dilihat dari peta, kabupaten ini cukup luas, memiliki perbatasan langsung dengan jawa tengah pula. Daerahnya lebih luas adalah daerah pedesaan, sedikit gersang jika memasuki musim kemarau, dan terkadang terkena banjir atau longsor ketika musim penghujan.
Ponorogo belum saya lumat habis, hanya mampir ke beberapa rumah orang tua temen. Ada bukit-bukit disekitar kotanya, bahkan saya sudah membuat janji untuk suatu saat berjalan-jalan disana kelak. Semoga kelak bisa menepati janji itu, amin… kawan, ponoorogo memang belum lama saya jalan-jalan kesana, tapi potensi budaya dan pemaksimalkan pertanian serta perkebunan memang harus ditingakatkan oleh kaum pemudanya, dan semua elemen. Karena kita negeri agrari dan kaya akan budaya pula. Inilah singkat cerita saya tentang Ponorogo kawan, semoga bermanfaat. Salam dari Sang Penggembala, Tyas Haryadi…. ^_^
Ketika melakukan perjalanan ke Pacitan, saya mampir dulu kerumah saudara se jurusan TI (teknik informatika) UIN Maulana Malik Ibrahim Malang angkatan 2009. Dan juga saudara se kakek nabi Adam AS dan nenek Siti Hawa. Rifki Baidhowi namanya, bermata empat pula, tapi tak berkaki empat kawan. Rumahnya, rumah orangtuanya dekat dengan terminal Ponorogo, yang jalannya memenuhi standar jalan persawahan dahulunya. Tetapi waktu itu subhanallah, licin sekali kawan, tapi belum selicin lidah manusia. Disana saya menyerahkan STNK sepeda motor bukan merk Indonesia *tak saya sebutkan, krn kan lagi galakkan “cinta produk dlm negeri”. :D,,, Sambil pinjam stik PS untuk main PES di pacitan. ~> baca Potensi yang belum terpotensikan.
Lalu saya melewati kota yang didiami pondok pesantren modern “DARUSSALAM, GONTOR”. Jalanan memang belum terlalu bagus dan terlalu luas, dibandingakan dengan jalan-jalan jalur utama lainnya. Saya masih ingat di Ponorogo ini terdapak kampung miskin, karena penduduk disuatu kampung terlalu banyak orang yang berada dibawah garis kemiskinan. Ada pula kampung idiot, dimana kebanyakan orangnya disuatu kampung memiliki keterbelakangan mental, bahasa kerennya idiot. Tapi saya menemui beberapa putra daerahnya punya kemampuan diatas rata-rata kawan. Walaupun Cuma bisa dikatakan itu sebagai sample, ramahnya juga masih ada kawan, ketika saya bertanya dan bertamu sambutannya memang orang jawa banget.
Saya masih teringat dengan telaga ngebel, lalu naik ke atas di air terjunnya. Memang subhanallah pokoknya, telaga yg luas penuh dengan ikan-ikan nan enak tentunya kalau dibakar ditambah bumbu-bumbu mantap. Air terjun yang sudah lama pula tak saya kunjungi, masih teringat disana ketika menikmati percikan air, berjalan dibawah dedaunan pohon kopi. Selain itu juga ada kebun binatang mini, diatas telaga. Ada rusa dan merak yang pernah saya sentuh dan saya foto tentunya, sebagai kenang-kenangan dan bibit pembelajaran fotographi. ^_^
Ada pula alun-alun nan sangat luas dan ramai dengan mainan, makanan, jualan, dan serba-serbinya, apalagi untuk malam harinya. Adapula masjid agungnya, Nampak sudah lama, jika melihat di dalamnya, tapi diluarnya mungkin sudah dipugar, nyaman sekali beribadah disana kawan. Kantor DPRD yang lebih mirip dengan kantor pencakar langit, atau hotel ini menjadi ikon pula untuk kota Ponorogo disamping ada patung singa semacam yang ada di singapura. Dilihat dari peta, kabupaten ini cukup luas, memiliki perbatasan langsung dengan jawa tengah pula. Daerahnya lebih luas adalah daerah pedesaan, sedikit gersang jika memasuki musim kemarau, dan terkadang terkena banjir atau longsor ketika musim penghujan.
Ponorogo belum saya lumat habis, hanya mampir ke beberapa rumah orang tua temen. Ada bukit-bukit disekitar kotanya, bahkan saya sudah membuat janji untuk suatu saat berjalan-jalan disana kelak. Semoga kelak bisa menepati janji itu, amin… kawan, ponoorogo memang belum lama saya jalan-jalan kesana, tapi potensi budaya dan pemaksimalkan pertanian serta perkebunan memang harus ditingakatkan oleh kaum pemudanya, dan semua elemen. Karena kita negeri agrari dan kaya akan budaya pula. Inilah singkat cerita saya tentang Ponorogo kawan, semoga bermanfaat. Salam dari Sang Penggembala, Tyas Haryadi…. ^_^
PONOROGO!!!Kota seni dan budaya...
ReplyDeleteindah dan membuat sy kepincut... :)
ReplyDeletesaiki wes mbois kang , gak seperti dulu lagi.
ReplyDeleteponorogo tmbah mbois
NB:knpa aq dibawa2. .
geblek
suip, saya turut senang, mene nak golek bojo angel2 kan kari nyeluk dulur ponorogo... :D |
ReplyDeletemagetan g'kalah yoan kang, is the best for me! :)
bukti cintaku padamu atas namamu... ^^