Menara masjid An-nur. |
Kawanku, sudah lama ya kali ini saya tidak berbagi pengalaman dan ilmu2 tentang sebuah perjalanan, terutama hunting kawan. Yups, yang rindu dengan celotehan tak henti saya selamat membaca ilmu gratis dan jangan lupa berkunjung ke CML (cah magetan library) dan CMS (cah magetan studio) y? (promosi dari hati) :D. Liburan semester ganjil kali ini (semester 5 ke 6 th 2012), saya lewati dengan suka ria dan selalu berucap “Alhamdulillah”. Target yang saya buat adalah ke borneo (pulau Kalimantan dalam bahasa londo ‘belanda’), tapi Alhamdulillah again belum kesampaian. Karena diri ini harus ngurus PKL di kampus dan ngeSP (semester pendek), mengulang PKPBA yang dapat nilai D. Jadilah saya tiap minggunya (bukan hari minggu, tp rabu dan jumat/sabtu) PP (pulang pergi, bukan partai polotik). Magetan Malang, dengan sepeda motor milik ortu, sekali lg milik ortu (jangan suka menyebut milik ortu itu milik anda), kan belum bisa beli sendiri… :D
Biasanya saya langsung ke Malang, tanpa mampir2, karena rabunya sudah ada agenda disini. Biasa kawan, pengusaha baru yang sok sibuk tapi project g’kelar-kelar (nanti saja dibahas). Dan pulangpun langsung pulang, karena dirumah CML dan PALEM (perkumpulan alumni lembusuro) sebuah perkumpulan alumni yang saya dirikan pada 8-9-’10 sudah penuh agenda. Ini dia perjuangan para perintis, sampai saya yang mau ke sragen saja belum jadi. Semoga kelak bisa kesana, mohon maaf saudara Perdana (teman yang mau saya datangi). Dan sewaktu pulang perjalan ke3 dari malang magetan (agenda PP), saya putuskan untuk mampir sebentar ke Kediri. Nyoba jalan (yg dimaksud bukan mencicipi ‘makan’ jalan), soalnya dari informasi teman2 plat AE jika lewat Papar (Kediri) itu akan lebih dekat. Sepulang dari malang, dengan motor bebek 125cc (g’boleh sebutin merk, g’dapet iklan soalnya), sy melaju standart (g’lbh dari 120km).
Jalan, muter-muter dipujon, sampai kandangan belok kiri ke arah pare, ya, kali ini saya baru sadar seperti apa jalannya. Bisa memetakan di otak dan membuat angan2 dengan imajinasi agar nantinya tahu menahu tentang tempat ini. Biasanya saya hanya melaju dengan kecepatan penuh, fokus dijalan raya tak melihat kiri kanan. Setelah pertigaan ini saya putuskan pelan-pelan saja, ini mirip filosofi saya untuk CML “alon-alon penting kelakon” (pelan-pelan yg penting terlaksana). Satu pembelajaran yang saya dapat, ‘jika ingin mengetahui dengan detil janganlah terburu-buru, pelanlah, amati situasi, maka anda akan mengetahui banyak hal. Cepat itu baik, tapi cepat terkadang membuat kita semakin egois kawan.”
Tujuan utama saya sebenarnya adalah tempat eyang di desa kedung cangkring, kecamatannya kurang paham, pinggirnya Pare (yang terkenal dengan kampung inggrisnya itu). Sambil nyoba maneuver naik motor bebek kecepatan tinggi, nyalip truk atau bus ditikungan tajam saya modal banyak2 sholawat dan jug abaca asmaul husna. Sekali-kali juga pake hafalan kawan, misal yasiin, yang sampai ayat ke 50 keatas error (kebalik n salah g’karuan, kebanyakan maksiat mungkin *astagfirullah)… :D | Setelah tikungan demi tikungan saya lahap, tanya ke beberapa orang biar semakin yakin, lalu saya sampai ke masjid agun Pare, namanya masjid An-Nur. Keren dan belum pernah masuk sih, yang paling indah dan saya pernah masuk baru Masjid Agung semarang. Ini kesempatan, lagipula saya juga belum sholat dhuha, waktunya dhuha dan foto-foto + buat video dengan handycamnya CMS kawan… Disana ada acara maulidiyah Rasulullah saw. yang diadakan oleh MTsN pare. Membuat saya teringat tentang perdebatan antara mereka yg mengiyakan dan sangat bahagia dengan momen ini, dengan mereka yg menolak hal ini (dianggap sbg bid’ah). Memang Rasulullah dan sahabat tidak mengajarkan hal ini kawan (perayaan ulang tahun Rasul), tp sekarang butuh stimulus untuk semakin mengenal Rasul, kalau tidak pada momen seperti ini kapan lagi? Jika memangdang hidup hanya hitam putih (salah dan benar) membuat qt akan terpaku, kaku, dan kurang fleksible. Bukankah Islam agama yang paling toleran? Ambil hikmahnya, bagaimana dakwah itu memang sangat penting kawan. Ini juga media, berbeda jika kita teriaki satu demi satu orang dijalan.
Stop dulu pembahasan perdebatan, masjid ini (An-Nur) subhanallah. Dengan desain demikian rupa memang membuat orang tertarik untuk berkunjung, semoga demikian juga tertariknya umat muslim untuk memakmurkan masjid. Saya sempat naik tower pemantau, melihat tangga masuk ke atas digembok dan tutup rapat. Ide gila keluar, manjat lewat samping menara, kalau jatuh lumayan sih, tapi nanggung, belum tentu kedepan bisa lg. saya mulai dengan membaca “bismillahirrohmanirrohim”, eh, ada mas2 petugas kebersihan ngelihat saya, sayapun balik lagi (yakin saya dalam hati, ‘ini kehendak Allah, sebenere deg2kan juga ya rabb’). Masjidnya cukup luas, walau kamar mandi kurang terawat, dan ketika naik ke lantai 2 melewati bundaran yang sedikit sempit, pengap dan membingungkan. Lantai 2nya cukup ancur, ada beberapa keramik yg lepas, ada kotoran dimana-mana. Inikah cerminan negeri ini, kelihatan megah dan indah pada muka saja, sementara dalamnya rusak dan kotor? Semoga tidak.
Setelah selesai berkeliling di masjid ini, berfoto2 ria, dan mengambil video, sholat dhuha, waktunya melanjutkan perjalanan ke tempat eyang di pinggiran pare. Saya kesini untuk ketiga kalinya, setelah waktu kanak-kanak dahulu (U5). Alhamdulillah ingatan masih bagus, jadi g’lupa dan tersesat. Satu hal yang kembali daya pelajari dari kota-kota dijawa yang memang berbeda dengan kota-kota diluar jawa. Disini semua sudah tertata, kadang semrawut dan kadang terlalu padat, jalan-jalan terlalu kecil, tapi justru itulah nilai plus dari tata kota di pulau jawa. Sekian dulu kawan, untuk cerita selanjutnya tentang Kediri disambung lain waktu ya. Semoga bermanfaat, salam dari Sang Penggembala Tyas Haryadi…. ^_^
Biasanya saya langsung ke Malang, tanpa mampir2, karena rabunya sudah ada agenda disini. Biasa kawan, pengusaha baru yang sok sibuk tapi project g’kelar-kelar (nanti saja dibahas). Dan pulangpun langsung pulang, karena dirumah CML dan PALEM (perkumpulan alumni lembusuro) sebuah perkumpulan alumni yang saya dirikan pada 8-9-’10 sudah penuh agenda. Ini dia perjuangan para perintis, sampai saya yang mau ke sragen saja belum jadi. Semoga kelak bisa kesana, mohon maaf saudara Perdana (teman yang mau saya datangi). Dan sewaktu pulang perjalan ke3 dari malang magetan (agenda PP), saya putuskan untuk mampir sebentar ke Kediri. Nyoba jalan (yg dimaksud bukan mencicipi ‘makan’ jalan), soalnya dari informasi teman2 plat AE jika lewat Papar (Kediri) itu akan lebih dekat. Sepulang dari malang, dengan motor bebek 125cc (g’boleh sebutin merk, g’dapet iklan soalnya), sy melaju standart (g’lbh dari 120km).
Jalan, muter-muter dipujon, sampai kandangan belok kiri ke arah pare, ya, kali ini saya baru sadar seperti apa jalannya. Bisa memetakan di otak dan membuat angan2 dengan imajinasi agar nantinya tahu menahu tentang tempat ini. Biasanya saya hanya melaju dengan kecepatan penuh, fokus dijalan raya tak melihat kiri kanan. Setelah pertigaan ini saya putuskan pelan-pelan saja, ini mirip filosofi saya untuk CML “alon-alon penting kelakon” (pelan-pelan yg penting terlaksana). Satu pembelajaran yang saya dapat, ‘jika ingin mengetahui dengan detil janganlah terburu-buru, pelanlah, amati situasi, maka anda akan mengetahui banyak hal. Cepat itu baik, tapi cepat terkadang membuat kita semakin egois kawan.”
Tujuan utama saya sebenarnya adalah tempat eyang di desa kedung cangkring, kecamatannya kurang paham, pinggirnya Pare (yang terkenal dengan kampung inggrisnya itu). Sambil nyoba maneuver naik motor bebek kecepatan tinggi, nyalip truk atau bus ditikungan tajam saya modal banyak2 sholawat dan jug abaca asmaul husna. Sekali-kali juga pake hafalan kawan, misal yasiin, yang sampai ayat ke 50 keatas error (kebalik n salah g’karuan, kebanyakan maksiat mungkin *astagfirullah)… :D | Setelah tikungan demi tikungan saya lahap, tanya ke beberapa orang biar semakin yakin, lalu saya sampai ke masjid agun Pare, namanya masjid An-Nur. Keren dan belum pernah masuk sih, yang paling indah dan saya pernah masuk baru Masjid Agung semarang. Ini kesempatan, lagipula saya juga belum sholat dhuha, waktunya dhuha dan foto-foto + buat video dengan handycamnya CMS kawan… Disana ada acara maulidiyah Rasulullah saw. yang diadakan oleh MTsN pare. Membuat saya teringat tentang perdebatan antara mereka yg mengiyakan dan sangat bahagia dengan momen ini, dengan mereka yg menolak hal ini (dianggap sbg bid’ah). Memang Rasulullah dan sahabat tidak mengajarkan hal ini kawan (perayaan ulang tahun Rasul), tp sekarang butuh stimulus untuk semakin mengenal Rasul, kalau tidak pada momen seperti ini kapan lagi? Jika memangdang hidup hanya hitam putih (salah dan benar) membuat qt akan terpaku, kaku, dan kurang fleksible. Bukankah Islam agama yang paling toleran? Ambil hikmahnya, bagaimana dakwah itu memang sangat penting kawan. Ini juga media, berbeda jika kita teriaki satu demi satu orang dijalan.
Stop dulu pembahasan perdebatan, masjid ini (An-Nur) subhanallah. Dengan desain demikian rupa memang membuat orang tertarik untuk berkunjung, semoga demikian juga tertariknya umat muslim untuk memakmurkan masjid. Saya sempat naik tower pemantau, melihat tangga masuk ke atas digembok dan tutup rapat. Ide gila keluar, manjat lewat samping menara, kalau jatuh lumayan sih, tapi nanggung, belum tentu kedepan bisa lg. saya mulai dengan membaca “bismillahirrohmanirrohim”, eh, ada mas2 petugas kebersihan ngelihat saya, sayapun balik lagi (yakin saya dalam hati, ‘ini kehendak Allah, sebenere deg2kan juga ya rabb’). Masjidnya cukup luas, walau kamar mandi kurang terawat, dan ketika naik ke lantai 2 melewati bundaran yang sedikit sempit, pengap dan membingungkan. Lantai 2nya cukup ancur, ada beberapa keramik yg lepas, ada kotoran dimana-mana. Inikah cerminan negeri ini, kelihatan megah dan indah pada muka saja, sementara dalamnya rusak dan kotor? Semoga tidak.
Setelah selesai berkeliling di masjid ini, berfoto2 ria, dan mengambil video, sholat dhuha, waktunya melanjutkan perjalanan ke tempat eyang di pinggiran pare. Saya kesini untuk ketiga kalinya, setelah waktu kanak-kanak dahulu (U5). Alhamdulillah ingatan masih bagus, jadi g’lupa dan tersesat. Satu hal yang kembali daya pelajari dari kota-kota dijawa yang memang berbeda dengan kota-kota diluar jawa. Disini semua sudah tertata, kadang semrawut dan kadang terlalu padat, jalan-jalan terlalu kecil, tapi justru itulah nilai plus dari tata kota di pulau jawa. Sekian dulu kawan, untuk cerita selanjutnya tentang Kediri disambung lain waktu ya. Semoga bermanfaat, salam dari Sang Penggembala Tyas Haryadi…. ^_^
0 komentar:
Post a Comment