Birunya laut, birunya langit bersatu.
Memandang di garis horizon, mimakat mata.
Tak sekedar sepasang mata, tapi juga mata hati.
Dimana ku berdiri?
Hangatnya mentari pagi ketika malu-malu muncul di balik gunung.
Nan jauh dipandang, namun dekat dihati.
Menantinya sampai ubun-ubun, sampai terik menyengat kulit.
Dimana ku berdiri?
Ketika tenggelam sang Surya.
Terimpit luas samudera, terpancar sinarnya kelangit.
Sampai tinggal sisa merah pandangan terakhir.
Dimana ku berdiri?
Ku menanti tiap datang pagi, untuk senyum dan sapa hangatmu.
Kutunggu sampai kau terlelap di akhir hari, layaknya merah yg menghilang itu.
Kucintamu, kau cintaku, ku pending sampai kau halal untukku.
Samudera adalah milik Illahi, cintaku tetap utama pada Illahi.
Tapi seyogyanya manusia.
Ku cinta kau dengan caraku, menanti hatimu.
Di sebuah kisah klasik untuk tempat impian, pelaminan.
Baru ku tahu dimana diriku berada, dan yakinkan diri dimana sekarang berada.
Sebuah tempat menantimu, di semenanjung cinta.
Sekian kawan, puisi kali ini. Lama awak tak berpuisi ria, semoga bermanfaat, silakan bermain dengan penafsiran anda, silakan bersenam dengan imajinasi. Hanya berkata, jangan pernah berhenti untuk bersastra kawan. Dari Sang Penggembala, Tyas Haryadi…. ^_^
0 komentar:
Post a Comment