31 May 2012

Pasuruan, belajar dari keluarga sederhana yang subhanallah

Gunung Arjuna pasuruan di sore hari.
       Hunting- itu memang hal yang sangat special kawan, karena banyak sekali ilmu yang akan anda dapat. Kalau bahasa orang-orang pada umumnya adalah “travelling”, tapi saya lebih suka mengambil kata “hunting”, karena saya sedang benar-benar berburu kawan. Berburu ilmu, pengalaman, rizki, saudara, dan kesempatan beribadah kepada Allah azza wa jalla. Nah, kali ini kita bahas sedikit tentang hunting lanjutan dari Mojokerto dan mampir sebentar (bermalam) di Pasuruan, tepatnya daerah Purwosari desa Cendono (jadi ingat keluarga cendananya Alm. Soeharto, wah disini berarti orang-orangnya mahal-mahal [mikir sambil berkelakar]). Sebenarnya perjalanannya sudah berakhir lama, tepatnya bulan 2 (Februari 2012), tetapi baru bisa menuliskan tulisannya sekarang kawan, itung-itung mengasah kemampuan memori jangka panjang dah. :D 
       Setelah hujan mengguyur di Mojokerto reda, dan saya sholat ashar, akhirnya saya melanjutkan perjalanan ke Malang. Sambil mencoba beberapa jalur, saya sendiri juga kurang bisa menjelaskan, yang pasti ketika mentok pengkol kanan kiri, saya sampai di pertigaan depan terminal Mojokerto (terminal baru yang dekat dengan purwosari, kec terluar sebelum Pasuruan). Setelah keluar dari Mojokerto, sayapun akhirnya cabut ke Pasuruan, ingat Pasuruan membuat saya ingat beberapa teman. Dan akhirnya ingat juga teman sekamar saya di PESMA (Pesantren Mahasiswa) DARUL HIJRAH, Ahmad Zaini, anak jurusan Pend. IPS semester 4. Rumahnya dekat dengan taman safari 2, nah, sayapun berhenti sebentar ketika sampai taman dayu. Buka HP (yg lungset dan penuh tato pula), sms ke Zain (nama panggilannya), ternyata ada dirumah kawan, dan akhirnya tanya alamat + ancer-ancer (patokan) arah kesana, maklum kawan HP saya masih jadul, belum pakai JPS. :D 
       Dan akhirnya saya melanjutkan perjalanan kawan, lalu apa pembelajaran kali ini? Satu, “jika anda sedang berapa disuatu daerah, ingatlah saudara-saudaramu, kawan-kawanmu, kolegamu, datangi mereka, silaturohim, walaupun pada akhirnya kamu Cuma ngabisin makanan dan numpang tidur, tetapi mereka akan sangat welcome dan berbahagia dengan kedatanganmu.” Lain cerita kalau anda datang mau ngerampok, bisa-bisa masuk bui atau neraka (mati sangit dalam perampokan). Nah, si zain (panggilan akrab kawan saya ini) berada dirumah ternyata kawan, sebenarnya sudah saya perhitungkan dan akhirnya kesampaian juga untuk mampir. Dan dia sangat welcome untuk kehadiran orang yang bakal ngabisin makanan aja nantinya dirumah ortunya nanti. :D 
       Sayapun mengikuti petunjuk arak melalui sms dari zain (kalau logat jawanya “jen”, maklum terlalu medok). Di pinggir jalan sayapun tanya kepada bapak tukang parkir yang lagi ngobrol dengan tukan ojek (pikir saya, masak tukang ojek kagak tahu daerah sini), “maaf pak numpang tanya, desa cendono itu sebelah mana ya pak?” tanya saya polos. Dengan semangat dan panjang lebar bapaknya menjelaskan, intinya naik ke atas ikuti beberapa petunjuk arak, jika bingung tanya lagi. Sesampai di SDN II cendono saya berhenti, lalu sms zain, nunggu cukup lama akhir dari kejauhan dengan gerakan lincah ala anak pegunungan mengendarai motor. Gesit, lancar tanpa ada penghalang, mengalir seperti air dan tangguh, menerjang batu-batu, sitimewa. Lalu kami menuju rumah ortu zain, bahasa saya “mendaki gunung, lewati lembah!”, subhanallah jalannya, bikin bingung terkadang, inilah daerah pegunungan yang lama sudah tak saya sua, terakhir dahulu adalah waktu SMA (aktif di PALA). 
       Sesampai di rumah zaini, “subhanallah”, yang pasti lebih dingin dari suhu dirumah saya. Rumahnya sementara ini berada dipaling ujung perumahan para warga sebelum sampai ke pegunungan dan daerah taman safari. Pantas saja akses kedepan rumah ortunya lumayan bikin jantungan orang yang kena jantung lemah. Tapi istimewa, masih hijau, asri, lebih bagus dari perumahan yang ada di TV-TV kawan… :D | setelah sampai saya dengan hangat disambut orang tua zain, ibu, bapak dan kakeknya. Ini satu hal yang langsung bisa dipelajari dari keluarga zaini, keramahan anda ketika menerima tamu itu akan lebih berkesan dari fisik (baik individu atau tempat tinggal). Makannya, kalau lagi ada temen mampir dimuliakan, semulia-mulia mungkin, apalagi kalau saya yang datang kawan. :D 
       Setelah bercerita tentang perjalanan saya kesana kemari sebelum sampai kerumah zain, lalu bertanya pula tentang seluk beluk keluarga zain pula, kami akhirnya mau cuci mata. Tapi yang penting bukan di cuci mata kawan, yang lebih penting adalah proses mengenal itu tadi. Istilah dalam bermain bola (logika pecinta bola) adalah warming up (pemanasan), kadang pemanasan menjadi lebih penting dari pada permainan itu sendiri. Karena permainan anda akan rusak jika tidak ada pemanasan yang tepat. Setelah ngobrol tentang open-open (peliharaan) dengan kakeknya zain, ternyata didaerah tinggi tetap sapilah yang menjadi komoditi utama untuk diternakkan. Hormatilah orang tua ketika anda belajar, karena mereka akan langsung respon ketika anda menghormatinya dengan penuh kesopanan, kesantunan dikombinasi wawasan luas. Ini dia kawan yang saya gunakan ketika bercakap-cakap dengan ibu, ayah, dan kakek zain. 
       Waktu sudah cukup gelap, lalu saya izin sholat ashar dulu, karena belum sholat ashar (astagfirullah, tidak diawal waktu). Setelah itu zain bercerita tentang tempat indah yang bisa melihat Taman safari dan gunung yang indah, apalagi ada momen sun set. Budal, langsung berangkat dah, tak perlu kelamaan. Sesampai didaerah itu, saya bisa melihat betapa luas negeri ini, betapa indah, betap subhanallah. Dengan kamera handycam sayapun mengambil foto di sore itu, tetap indah dan subhanallah. Satu hal, jika anda bersilaturohim, anda akan selalu diberi terbaik dan anda selalu menemui hal yang unique (hanya ada disana). Selesai berfoto-foto ria dan berbagi cerita kami memutuskan menuju masjid terdekat, untuk sholat magrib jamaah. Masjid di daerah pedalaman yang jalannya masih subhanallah ini lebih terurus (dalam hal diramaikan) daripada daerah yang ramai kawan. Betapa tidak, setelah sholat masih ada banyak yang mengaji (membaca Al-quran), saya rasa jamaahnya juga lumayan banyak, karena sewaktu menuju masjid sering berpapasan dengan mereka yang memakai sarung, baju takwa, dan peci. 
       Subhanallah, itulah yang perlu diucap dari semangat memuliakan tamu keluarga zain, sepulang dari masjid zain mampir dulu di penjual bakso. Beli dua kawan, cuma untuk saya dan dia, yang saya pikir (keluarganya belum tentu makan bakso juga). Saya yang mau langsung pulangpun mengurungkan niat untuk menginap dahulu dirumah orangtua zain malam itu. Setelah selesai melihat-lihat dengan puas, kami kembali bercerita tentang keluarga, bahasa, strutur keagamaan daerah, dan segala apa yang ada di daerah itu. Kami sholat isa’jam 20.00, kalau ini disunahkan untuk mengakhirkan kawan, jadi tak mengapa, yang penting tetap jama’ah. ^_^ | di keluarga zaini saya kembali belajar sebepara besar harapan orangtua kepada seorang anak laki-laki mereka. Minimal itu pula yang disampaikan kakek zain sewaktu lampu dirumah mati karena sikringnya rusak. Beliau menceritakan betapa mengharapkan zain mengubah nasih keluarga yang kebanyakan adalah petani. Itu pula yang ingin dilihat ortu kita kawan, melihat anak atau cucunya sukses, makanya segera sukses. :D 
       Disana juga ada paman zain yang tidak bisa ngomong (bisu), saya cukup prihatin, semoga Allah memberkahi beliau. Sudah usia 35an tahun, tapi beliau belum nikah, (panggilan beliau adalah sebuah penghargaan untuk yang lebih tua kawan) jangan lupa itu. Dan yang baru saya ketahui, orang yang bisu itu biasanya juga tuli, karena dia tidak bisa belajar berbicara dari apa yang dia dengar. Kerjanya adalah jadi kuli serabutan, dan orangtua zain dengan ikhlas menampung, tentu mengurusi makan pula, sesekali tentu memberi pakaian dan saku. Subhanallah. *gue mau netesin air mata jeh, tapi g’boleh, ntar aja waktu ketemu Allah (kata dalam hati). Sambil habisin kacang rebus (ini doping untuk tidak tertidur untuk saya, selain itu daerahnya berrrrrrrr, dingin) kami berdialog panjang lebar, dan akhirnya menuju tempat tidur pukul 22.00an. 
       Sebenarnya saya cukup menyesal tak bisa bangun malam untuk sholat malam, tapi jadi joki motor berhari-hari sendirian cukup menyita energi. Sewaktu mau adzan subuh saya dibangunkan zain, ni anak paling mudah untuk terbangun, sewaktu dipesma, saya gerak sedikit waktu gadangan (melek sampai larut malam) dia sudah terbangun. Sholat subuh, baca bacaan rutin (dzikir, surat-surat pendek dan panjang, asmaul husna), lalu menggerakkan badan dan tulang-tulang sedikit (pelemasan kawan). Balik kerumah zaini, ibunya zain ternyata sudah memasakkan nasi goreng. Alhamdulillah, hari ini g’puasa (ucap saya dalam hati). Ini karena hari itu hari senin kawan, hobi saya adalah puasa senin kamis dan puasa sunah lainnya, target saya tak berhenti sampai mati. Tapi karena sudah disuguhi akhirnya dinikmati, besok saya harus puasa sunah (tekat dihati). Karena tidak puasa itu sepertinya ada yang hilang dihati kawan. :D 
       Setelah kenyang dan menikmati teh hangat, kami berpamitan. Saya cium tangan ibu zain, seperti cium tangan ibu sendiri kawan. Nih yang bikin saya bingung, tahu sih kalau ibu zain bukan mukhrim, tapi ya Rabb, beliau seperti ibu sendiri. Semoga Allah mengampuni dosa hamba, amin… beliau dengan perasaan senang menyuruh saya untuk kapan-kapan mampir. Padahal saya datang untuk menghabiskan makanan, Alhamdulillah. Kamipun kembali ke malang, dengan terlebih dahulu mampir ke tempat pacaran pemuda sekitar, yaitu hutan pinus. Inget kampung halaman, Magetan juga penuh pinus. Dan kami turun gunung, melewati jalur selatan denga jalanan nan terjal. Semoga postingan kali ini bermanfaat kawan, terimakasih. Salam dari Sang Penggembala, Tyas Haryadi… ^_^

0 komentar:

Post a Comment

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com