imajinasi pohon apel & seorang anak. |
Wahai kawanku yg budiman, yg dimuliakan Allah swt. insyaAllah, kali ini saya akan berbagi cerita motivasi untuk kita. Ini adalah sebuah cerita tentang “pohon apel dan seorang anak”, yang saya dengar setelah sholat subuh di masjid Al-Hijrah (masjid pesantren mahasiswa saya). Disini memang rutin para santri mengisi kultum (kuliah tujuh menit) setelah sholat subuh, itung-itung belajar dakwah kawan. Langsung saja ke ceritanya, mengenai PESMA (pesantren mahasiswa) Darul Hijrah bisa dilihat di blongnya saja… ^_^
Waktu saya memejamkan mata (terlalu kusyuk dzikiran, semoga), alunan suara kawan saya bernama Uhan dimulai dengan membaca salam. Uhan adalah salah satu santri PESMA DARUL HIJRAH jurusan PAI (pendidikan agama islam) UIN Maliki Malang, sekarang dia ada di semester 4. Cerita tentang pohon apel dan seorang anak kecil, dimana disebuah tempat (anggap saja disebuah bukit nan indah, jangan bayangin di kamar anda). :D | disana ada sebuah pohon apel yang tumbuh besar, dan seorang anak kecil yang riang gembira. Anak kecil itu bermain sangat riang disekitar pohon, tidur diatas pohon itu, bermain-main dengan daunnya, dan juga memakan buahnya ketika lapar. Seketika saya menebak, ini pasti tentang orang tua dan anaknya “ASTAGFIRULLAH”, gue ngelanjutin dzikir sob, nyokap bokap belum gue do’ain tadi. Lansung gue sambung do’a dulu buat beliau berdua.
Lanjut kecerita, lambat laun sang anak itupun beranjak dewasa dan mulai jarang bermain di sekitar pohon apel yang besar itu. Padahal, dahulu diwaktu kecilnya, setiap waktunya habis bersama pohon ini, baik untuk berbagi cerita (bahasa saya CURCOL curhat colongan), berbagi rasa, dan berbagi lainnya (berbagi PIN BB g’ya?). Setelah beberapa waktu tak berjumpa, sang anak yang sudah beranjak dewasa itu menemui sang pohon apel, lalu dia curhat. Pohon apel berkata terlebih dahulu, “kenapa kau sekarang jarang sekali bermain-main bersamaku?”. Sang anak menjawab, “aku sekarang sudah mulai beranjak dewasa, dan aku membutuhkan uang untuk hidup dan memenuhi kebutuhan.” Sang pohon apelpun langsung menyahut, “ambillah buah-buahku, lalu juallah, kelak engkau akan mendapatkan uang serta bisa memenuhi kebutuhanmu.” | sang anakpun lalu mengambil buah-buah pohon itu, lalu dia pergi dan menjualnya. Didalam hati pohon apel itu sedih, karena anak itu pergi begitu saja tanpa mau bermain atau mengucap terimakasih. Tetapi pohon apel itu tetap bahagia, karena kebahagiaannya adalah ketika melihat anak itu bahagia.
Lalu disuatu saat, ketika setelah sekian lama tidak datang lagi, sang anak yang sekarang lebih dewasa itu lagi-lagi menemui pohon apel itu. Pohon apel itu sangatlah bahagia, karena anak yang lucu selalu bermain dengannya datang lagi. Pohon apel itupun bertanya, “ada apa gerangan engkau kesini? Adakah yang kau perlu?” | “aku sekarang semakin dewasa, dan aku akan berkeluarga, sementara itu aku membutuhkan rumah, dan untuk membuat rumah aku membutuhkan kayu, sementara aku tidak punya uang untuk membeli kayu!” jawab anak itu. Pohon apel dengan bijak menjawab “potonglah dahan-dahan dan cabangku, maka engkau akan bisa membuat rumah untuk tempat tinggalmu dan keluargamu.” Tanpa berpikir panjang sang anak itupun memotong dahan dan cabang pohon apel itu lalu kembali untuk membuat rumah untuk keluarganya. Lagi-lagi sang pohon apel tersenyum karena melihat anak itu bahagia, tetapi dia juga menangis karena rindu saat-saat bersama anak itu.
Setelah beberapa lama lagi, sang anak kecil yang sudah berkeluarga itu kembali menemui pohon apel. Seakan sudah paham, pohon apel bertanya “apa lagi yang engkau butuhkan dan apa yg bisa kubantu?” | “aku butuh kayu yang kuat dan besar untuk membuat perahu, karena aku ingin berlayar keseberang lautan untuk mendapatkan lebih banyak ilmu dan lebih banyak uang untuk keluargaku” sahut anak itu tanpa basa-basi. “potonglah batangku, maka kau akan bisa membuat perahu untukmu berlayar dan mencapai apa yang kau mau!” | tanpa pikir panjang, anak itu memotong batang pohon apel itu dengan kapak, dan membuatnya menjadi perahu lalu berlayar ke seberang lautan. Lagi-lagi pohon apel merasa senang akan kebahagiaan anak itu dan sedih karena tidak bisa terulang masa ketika dia masih kecil.
Dan ketika sudah tua, anak yang dahulu kecil itu kembali menemui pohon apel. Lalu pohon apel bertanya “apa lagi yang kamu butuhkan dariku? Semua telah aku berikan!” | tetua itu (anak kecil yang sudah tua) menjawab “aku tidak butuh apa-apa darimu, gigiku tidak kuat untuk makan buahmu, aku sudah tidak butuh rumah, karena keluargaku sudah punya rumah, aku tidak kuat mengangkat kapak lagi untuk memotong batangmu. Aku hanya ingin disini bersamamu!” lalu tidurlah tetua itu diatas bekas potongan batang pohon apel dan keduanya menangis.
Inilah kawan kita (sebagai anak) dan orang tua (sebagai pohon apel), sudahkah kita berterimakasih kepada beliau berdua? Sudahkah kita masih menjadi anak-anak kecil yang selalu bersama dia? Membahagiakannya? Dan membuat beliau berdua selalu tersenyum? Minimal kita makan saja buahnya jangan sampai memotong ranting, dahan, cabang dan batang. Bahkan merontokkan daunnyapun jangan, orang tua kawan, orang tua. :’) | itu tadi hikmahnya kawan, itupula penyampaian dengan cara saya, semoga bermanfaat untuk semua. Salam dari Sang Penggembala, Tyas Haryadi…. :’)
Lanjut kecerita, lambat laun sang anak itupun beranjak dewasa dan mulai jarang bermain di sekitar pohon apel yang besar itu. Padahal, dahulu diwaktu kecilnya, setiap waktunya habis bersama pohon ini, baik untuk berbagi cerita (bahasa saya CURCOL curhat colongan), berbagi rasa, dan berbagi lainnya (berbagi PIN BB g’ya?). Setelah beberapa waktu tak berjumpa, sang anak yang sudah beranjak dewasa itu menemui sang pohon apel, lalu dia curhat. Pohon apel berkata terlebih dahulu, “kenapa kau sekarang jarang sekali bermain-main bersamaku?”. Sang anak menjawab, “aku sekarang sudah mulai beranjak dewasa, dan aku membutuhkan uang untuk hidup dan memenuhi kebutuhan.” Sang pohon apelpun langsung menyahut, “ambillah buah-buahku, lalu juallah, kelak engkau akan mendapatkan uang serta bisa memenuhi kebutuhanmu.” | sang anakpun lalu mengambil buah-buah pohon itu, lalu dia pergi dan menjualnya. Didalam hati pohon apel itu sedih, karena anak itu pergi begitu saja tanpa mau bermain atau mengucap terimakasih. Tetapi pohon apel itu tetap bahagia, karena kebahagiaannya adalah ketika melihat anak itu bahagia.
Lalu disuatu saat, ketika setelah sekian lama tidak datang lagi, sang anak yang sekarang lebih dewasa itu lagi-lagi menemui pohon apel itu. Pohon apel itu sangatlah bahagia, karena anak yang lucu selalu bermain dengannya datang lagi. Pohon apel itupun bertanya, “ada apa gerangan engkau kesini? Adakah yang kau perlu?” | “aku sekarang semakin dewasa, dan aku akan berkeluarga, sementara itu aku membutuhkan rumah, dan untuk membuat rumah aku membutuhkan kayu, sementara aku tidak punya uang untuk membeli kayu!” jawab anak itu. Pohon apel dengan bijak menjawab “potonglah dahan-dahan dan cabangku, maka engkau akan bisa membuat rumah untuk tempat tinggalmu dan keluargamu.” Tanpa berpikir panjang sang anak itupun memotong dahan dan cabang pohon apel itu lalu kembali untuk membuat rumah untuk keluarganya. Lagi-lagi sang pohon apel tersenyum karena melihat anak itu bahagia, tetapi dia juga menangis karena rindu saat-saat bersama anak itu.
Setelah beberapa lama lagi, sang anak kecil yang sudah berkeluarga itu kembali menemui pohon apel. Seakan sudah paham, pohon apel bertanya “apa lagi yang engkau butuhkan dan apa yg bisa kubantu?” | “aku butuh kayu yang kuat dan besar untuk membuat perahu, karena aku ingin berlayar keseberang lautan untuk mendapatkan lebih banyak ilmu dan lebih banyak uang untuk keluargaku” sahut anak itu tanpa basa-basi. “potonglah batangku, maka kau akan bisa membuat perahu untukmu berlayar dan mencapai apa yang kau mau!” | tanpa pikir panjang, anak itu memotong batang pohon apel itu dengan kapak, dan membuatnya menjadi perahu lalu berlayar ke seberang lautan. Lagi-lagi pohon apel merasa senang akan kebahagiaan anak itu dan sedih karena tidak bisa terulang masa ketika dia masih kecil.
Dan ketika sudah tua, anak yang dahulu kecil itu kembali menemui pohon apel. Lalu pohon apel bertanya “apa lagi yang kamu butuhkan dariku? Semua telah aku berikan!” | tetua itu (anak kecil yang sudah tua) menjawab “aku tidak butuh apa-apa darimu, gigiku tidak kuat untuk makan buahmu, aku sudah tidak butuh rumah, karena keluargaku sudah punya rumah, aku tidak kuat mengangkat kapak lagi untuk memotong batangmu. Aku hanya ingin disini bersamamu!” lalu tidurlah tetua itu diatas bekas potongan batang pohon apel dan keduanya menangis.
Inilah kawan kita (sebagai anak) dan orang tua (sebagai pohon apel), sudahkah kita berterimakasih kepada beliau berdua? Sudahkah kita masih menjadi anak-anak kecil yang selalu bersama dia? Membahagiakannya? Dan membuat beliau berdua selalu tersenyum? Minimal kita makan saja buahnya jangan sampai memotong ranting, dahan, cabang dan batang. Bahkan merontokkan daunnyapun jangan, orang tua kawan, orang tua. :’) | itu tadi hikmahnya kawan, itupula penyampaian dengan cara saya, semoga bermanfaat untuk semua. Salam dari Sang Penggembala, Tyas Haryadi…. :’)