12 Oct 2010

satu setengah jam di kota becak, tuban.

     Jawa Timur, sebuah provinsi paling timur di pulau jawa, yang baru saja menggemparkan indonesia dengan terbentangnya jembatan Suramadu ( surabaya madura ). Sewaktu anda ke jawa timur jembatan ini telah menjadi ikon terbaru untuk provinsi yang mayoritas penduduknya petani ini. Selain itu kota-kota, ataupun kabupatennya memiliki berbagai keunikan dan ciri khas masing-masing. Kali ini mari kita tengok ke kabupaten Tuban, yups, kabupaten yang terkenal dengan toaknya atau legen (air dari buah siwalan). Air yang mengandung alkohol tingkat rendah ini apabila difermentasi akan menjadi alkohol dengan kadar tinggi, sifatnya mirip dengan air tape. Tapi saya tidak hanya ingin menewari anda untuk menikmati buah siwalan yang lebih mantap dan segar dari simalakama atau toak yang jadi ikonnya kabupaten ini. Karena lebih banyak hal yang bisa kita nikmati dari kabupaten ini, sebut saja ratusan becak yang berderet menanti penumpang dan tata kota yang indah.
    Walaupun dalam hati saya Magetan tetap yang paling indah, satu hal yang menjadi fakta tuban juga bisa diacungi jempol. Ketika baru masuk Tuban (lewat jalur pantura lamongan), kita akan tersuguhi pemandangan seling-selingan. Dalam beberapa waktu mata akan termanjakan dengan laut yang terlihat lepas tanpa terhalang karang atau sampah yang menumpuk. Indahnya bukan main, keadaan memang kurang kondusif tetapi bisa dikatakan 11,12 dengan pemandangan pentai di bali. Setelah mata tehembus angin dingin dari laut jawa, selingan rumah yang dihiasi dengan masjid yang jaraknya sangatlah dekat (suasana islami sekali). Rumah-rumah sederhana yang tidak terlalu banyak tapi cukup padat ini malah menjadi sebuah bumbu menarik untuk pemandangan di daerah tuban.
     Setelah lepas dari daerah pantai yang membuat saya rindu akan ayah saya, karena beliau selalu tidak jauh dari air laut. Jalan yang sedikit berliku sangatlah lazim karena daerah ladang yang diselingi bukit-bukit yang cukup sulit sekiranya diratakan tapi cukup membuat semakin mengasyikan perjalanan saya beserta rombongan kali itu. “Kiri, kanan, kiri lagi, lagi-lagi kanan”, sekiranya itulah pikiran saya pada waktu bus melahap satu persatu tikungan. Mulai memasuki daerah perkotaan, “subhanallah” betapa sejuk kota ini, walaupun daerah pantai tetapi kehijauan sekitar jalan rayanya jauh dari malang (yang notabene kota dingin) bahkan blitarpun kalah. Kendaraan disinipun masih jarang melintas dan mengotori atmosfer, betapa makin takjub hati ini. “Semoga kota ini akan tetap hijau sampai kiamat kelak” begitulah doa saya. Sesampainya di tempat parkir bus kebersihan masih terpancar di daerah ini, walaupun sebenarnya masih banyak sampah, akan tetapi jika dibandingkan dengan daerah lain, sangat jauh. Kecuali magetan! ^_^
     Setelah kaki beranjak dari bus pariwisata warna silver dengan nyedot air mineral, saya sedikit terperanjak, melotot bahasa ekspresifnya. Laki-laki mulai dari usia belasan sampai puluhan tahun secara tertib dan teratur mengantri, bukan untuk beli karcis, apalagi nonton sepak bola (klub dari tuban saja saya belum tahu namanya). Beliau-beliau menegantri untuk mengais rizki, untuk keluarga, ibu, adek, istri, anak, atau orang-orang mereka kasihi. Dengan sabar dan bercucuran peluh menggayuh kendaraan roda tiga (becak), untuk mendapat giliran penumpang. Sebuah sistem yang cukup tertata rapi, seperti data base yang sudah di run berkali-kali tanpa terjadi eror. Tujuannya ternyata hanya satu, makam sarifullah (sunan bonang). Lebih dari 100 tenaga abang becak siap mengantarkan penumpang untuk ke tempat ziarah hanya dengan Rp 5000,- untuk dua orang. Waktu itu saya tempuh dengan jalan kaki bersama sebagian rombongan, dalam perjalanan jalanan ini seperti milik para pengendara becak, “punya SIM (surat izin membecak) g’ya?” celetus otak saya secara reflek.
     Subhanallah, 70an meter dari alun-alun kota tenyata antrean juga sudah berjajar rapi membentuk dua banjar. Inilah uniknya dari tuban, tidak semua daerah punya ketertiban seperti ini. Dalam perjalanan ziarahnya akan saya masukan pada “ziarah wali”, karena beda konsep! ^_^
Setelah selesai tahlil di makam sunan bonang dilanjutkan dengan solat magrib, saya dengan gerombolanpun kembali ke bus. Jalanpun jadi pilihan kami, bermagai macam jajanan dan oleh-oleh mulai menggoda kocek, karena memang sangat menarik untuk belanja di tuban. Sebaliknya kami barulah saya kepikiran untuk mengabadikan becak-becak yang antre ini, sayang kondisi malam sehingga kamera kelas teri masih belum mampu mengekspos keindahan ketika cakrawala baru hilang. Sambil malangkahkan kakipun saya makin bangga dengan negeri ini, walupun banyak kekurangan dimana-mana, tetapi negeri ini adalah negeri yang indah. “I’ll coming soon again tuban” dalam hati saya, kunjungan 1,5jam di tuban, kota becak.

3 comments:

  1. istemewa bgt mas!

    ReplyDelete
  2. saya jd ikut seneng ad yg mromosiin tuban! taNKS

    ReplyDelete
  3. sama2, ikut senang juga mromosikan kota lain. asal msih di Indonesia, ^_^

    ReplyDelete

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com