Wahai kawanku nan budiman (walau nama kalian bukan budi), banyak orang yang membaca puisi, tak tak semua orang memahami, banyak orang bicara sajak, tapi tak semua manusia paham apa itu sajak. Itulah pujangga, mereka berpikir luas, dalam, tapi membiarkan orang lain mengambil makna semampunya (senyampenya bahasa mudanya). Seperti itu pula ketika saya membuat puisi nan benar-benar dari hati, sebagian memaknai hanya kandungan kasarnya, bukan kandungan dalamnya. Satu hal yang saya ingatkan untuk teman-teman, membaca puisi itu hikmahi dengan hati, tak hanya dengan otak. Seperti puisi saya kali ini, yang berjudul “Arti dan Manfaat” semoga benar2 berarti dan bermanfaat (niatan dari hati) ^_^….
wahai mahluk berhati,
wahai mahluk bernafsu,
wahai mahluk berakal,
semua ucapmu tentang kata, apakah kata hati?
yg di mengerti, mengandung hikmah,
banyak homo sapiens yg maknai,
sampai kapan?
sampai tak bertemu mentari, sampai mati, sampai bertemu dengan Illahi....
semua hanya tentang arti dan manfaat,
seberapa berarti dan menjadi mulia karena manfaat....
*puisi jumat mubarok dari Sang Penggembala,,,, :)
Puisi diatas tujuannnya adalah untuk para manusia, sebagai mahluk berhati, tapi tak terlalu memakai hatinya, yang bernafsu, dan terlalu mengumbar nafsunya, yang berakal tapi malah pandai mengakali kebenaran dan orang lain. Sungguh, yang saya maksud adalah kata (ucapan) adalah hal yang sangat urgen, sangat penting. Karena semua berawal dari kata, dan “mulutmu itu hariamumu” <~ iklan produk dalam negeri. Kata ibu saya “lidah tak bertulang, ngomong ora kulakan (bicara tidak beli bahan baku)”. Apakah ucapan itu sudah dari hati, hati itu bisa jadi bisikan syetan, tapi terbesar adalah fitroh kita nan suci. Sudahkah kata2 kita itu di mengerti, sudahkah kata-kata kita itu mengandung hikmah, banyak manusia yang mampu memaknai dan mengamalkan?
wahai mahluk berhati,
wahai mahluk bernafsu,
wahai mahluk berakal,
semua ucapmu tentang kata, apakah kata hati?
yg di mengerti, mengandung hikmah,
banyak homo sapiens yg maknai,
sampai kapan?
sampai tak bertemu mentari, sampai mati, sampai bertemu dengan Illahi....
semua hanya tentang arti dan manfaat,
seberapa berarti dan menjadi mulia karena manfaat....
*puisi jumat mubarok dari Sang Penggembala,,,, :)
Puisi diatas tujuannnya adalah untuk para manusia, sebagai mahluk berhati, tapi tak terlalu memakai hatinya, yang bernafsu, dan terlalu mengumbar nafsunya, yang berakal tapi malah pandai mengakali kebenaran dan orang lain. Sungguh, yang saya maksud adalah kata (ucapan) adalah hal yang sangat urgen, sangat penting. Karena semua berawal dari kata, dan “mulutmu itu hariamumu” <~ iklan produk dalam negeri. Kata ibu saya “lidah tak bertulang, ngomong ora kulakan (bicara tidak beli bahan baku)”. Apakah ucapan itu sudah dari hati, hati itu bisa jadi bisikan syetan, tapi terbesar adalah fitroh kita nan suci. Sudahkah kata2 kita itu di mengerti, sudahkah kata-kata kita itu mengandung hikmah, banyak manusia yang mampu memaknai dan mengamalkan?
Lalu saya bertanya, sudah puasakah anda? (dengan kalimat “sampai kapan?”) sampai kita tak berjumpa sinar matahari, sampai mati dan sampai bertemu illahi (kiamat), karena semua yg kita bagi masih berarti sampai sekarang dan akhir zaman kelak. Lalu, seberapa berarti, dan seberapa bermnfaat (ingat khoirrunnas anfauhum linnas = sebaik2 manusia adalah yg bermanfaat bagi yg lain). Intinya mampu memberi arti dan bermanfaat bagi yang lain. Semoga bermanfaat kawan, salam dari Sang Penggembala, Tyas Haryadi…. ^_^
0 komentar:
Post a Comment