Kelahiran adalah sebuah moment langka, dimana satu nyawa telah hadir di duni yang fana ini. Seorang pemimpin telah datang, kelak dia akan menjadi pemimpin besar (minimal pemimpin dirinya sendiri). Hal ini menjadi luar biasa jika kita mampu mengambil hikmah dari sebuah kelahiran “jabang bayi” kawan. Seperti itupula yang ingin saya bagi dari postingan kali ini, tentang kelahiran seorang anak manusia yang sekarang bernama Tyas Haryadi. Di sebuah desa nan sepi dan masih hijau bernama Kuwonharjo, di kec. Takeran kab. Magetan Jawa Timur Indonesia. Pada 1 Februari 1991, tepatnya pukul 23.30 an, lahirlah seorang laki-laki yang sekarang tengah mengetik tulisan ini. Yups, kawan, itulah kelahiranku.
Saya lahir pada jumat kliwon, tak tahu tepatnya itu malam jumat kliwon atau jumat kliwonnya sendiri. Kata orang itu adalah malamnya para hantu keluar (lah, saya keluar dari rahim malam itu). Tapi, selalu ada hikmah disetiap apapun yang terjadi, termasuk kelahiran saya itu. Malam hari merupakan sesuatu yang membuat saya selalu berani menghadapi apapun, karena meraka yang lahir malam sudah terbiasa tanpa cahaya, sudah terbiasa dalam kesepian, dan sudah terbiasa memecahkan keheningan dengan tangisannya. Saya lahir dirumah nenek di magetan, beliau bernama Djainem (bacanya Jainem, karena pakai ejaan lama), dan alm. Kakek saya Sastroredjo karmoen (bacanya Sastrorejo Karmun, sama ejaan lama juga). Saya adalah cucu kesekian dari nenek dan kakek baik dari ibu atau bapak, tetapi cucu pertama dan mungkin satu-satunya yang lahir dirumah itu.
Saya lahir dengan bantuan seorang dukun bayi (bukan dukun santet), yang tidak lain beliau masih saudara ipar dengan nenek saya. Beliau adalah mbah suminem (kalau ejaannya kurang paham, belum lihat KTP beliau). Rumahnya juga ada dibelakang rumah nenek, jadi begitulah kehidupan didesa, kiri kanan keluarga dan serba melengkapi. Saya juga tidak tahu persisnya bagaiman saya lahir, hanya saja saya mengetahui dari beberapa kali ibu cerita dan ayah cerita. Ingat kawan, ibu dan ayah kita tentu sangat mengingat darah dagingnya lahir, maka mintalah mereka untuk bercerita, walau kita sudah mendengarnya berkali-kali, tapi berkali-kali pula keduanya tak akan bosan bercerita dan akan membuatnya bahagia (membahagiakan orangutan dr hal-hal kecil). Saya lahir dalam keadaan sehat wal afiat, tanpa kekurangan suatu apapun. Ayah saya mengadzani dan mengiqomahi ditelingan kanan dan kiri secara bergantian. Dan jadilah keluarga dirumah menjadi ramai karena kehadiran saya.
Zaman dahulu, USG memang bukan barang langka, tetapi masih barang mahal, apalagi untuk keluarga ibu yang tergolong orang pas-pasan. Ayah saya adalah seorang karyawan perusahaan swasta, beliau bekerja sebagai mekanik Kapal laut, kapal barang. Beliau memiliki nama asli SUPIRAN, tetapi sewaktu menikah nama beliau menjadi lebih panjang yaitu SUPIRAN PUJO HARTONO. Sementara ibu saya adalah ibu rumah tangga, tidak boleh bekerja oleh bapak. Beliau bernama asli YATMI, dan dipernikahan yang sama pula namanya berubah menjadi YATMI SRI UTAMI, tetapi akhir-akhir ini kembali ke nama singkat beliau YATMI. Jadi ibupun saya tanya sudah adakah tanda-tanda mau punya anak laki2? Beliau hanya menjawab dengan polos, “ngimpi le, ngimpi ngukurungi jago, jagone bagus manut, jarene mbah lanang kuwi tanda anake lanang!” satu hikmah besar yang harus anda catat USG ZAMAN DAHULUADALAH MIMPI… :D
Kata ibu, saya ada itu 8bulan setelah beliau berdua menikah. Memang waktu yang cukup lama, dari situlah saya paham, seberapa berarti seorang anak setelah anda menikah kelak. Ketika saya tanya bagaimana bu’ ngelahirin, “rasane yo ra karuan le!” (rasanya tidak bisa digambarkan). Hati saya terdentum meriam, ibu ILU IMU INU (I love you, I miss you, I need you). Sungguh sebuah hal yang istimewa, ketika kita mengetahui proses kelahiran kita sendiri. Tentu banyak cerita dari kawan-kawan yang lebih menyentuh hati, sementara saya hanya sederhana, apa adanya dan setahu saya. Karena ibu bukanlah seorang sastrawati, atau pujangga yang pandai merangkai kata. Beliau adalah ibu sederhana yang mengajari saya dan anaknya tentang kesederhanaan, menanmkan pentingnya kejujuran. Sementara akses komunikasi dengan bapak memang terbatas oleh waktu, satu hal kawan, syukuri semuanya ALHAMDULILLAH…. Yang ingin saya ajakkan kali ini, mari flashback sebentar tentang masa-masa lalu kita, itu akan menghidupkan hari, menambah koreksi, menajamkan ingatan, melatih kepekaan, dan selalu menjadi proses belajar tiada henti sampai mati. Semoga bermanfaat, salam dari Sang Penggembala, Tyas Haryadi…. ^_^
Saya lahir dengan bantuan seorang dukun bayi (bukan dukun santet), yang tidak lain beliau masih saudara ipar dengan nenek saya. Beliau adalah mbah suminem (kalau ejaannya kurang paham, belum lihat KTP beliau). Rumahnya juga ada dibelakang rumah nenek, jadi begitulah kehidupan didesa, kiri kanan keluarga dan serba melengkapi. Saya juga tidak tahu persisnya bagaiman saya lahir, hanya saja saya mengetahui dari beberapa kali ibu cerita dan ayah cerita. Ingat kawan, ibu dan ayah kita tentu sangat mengingat darah dagingnya lahir, maka mintalah mereka untuk bercerita, walau kita sudah mendengarnya berkali-kali, tapi berkali-kali pula keduanya tak akan bosan bercerita dan akan membuatnya bahagia (membahagiakan orangutan dr hal-hal kecil). Saya lahir dalam keadaan sehat wal afiat, tanpa kekurangan suatu apapun. Ayah saya mengadzani dan mengiqomahi ditelingan kanan dan kiri secara bergantian. Dan jadilah keluarga dirumah menjadi ramai karena kehadiran saya.
Zaman dahulu, USG memang bukan barang langka, tetapi masih barang mahal, apalagi untuk keluarga ibu yang tergolong orang pas-pasan. Ayah saya adalah seorang karyawan perusahaan swasta, beliau bekerja sebagai mekanik Kapal laut, kapal barang. Beliau memiliki nama asli SUPIRAN, tetapi sewaktu menikah nama beliau menjadi lebih panjang yaitu SUPIRAN PUJO HARTONO. Sementara ibu saya adalah ibu rumah tangga, tidak boleh bekerja oleh bapak. Beliau bernama asli YATMI, dan dipernikahan yang sama pula namanya berubah menjadi YATMI SRI UTAMI, tetapi akhir-akhir ini kembali ke nama singkat beliau YATMI. Jadi ibupun saya tanya sudah adakah tanda-tanda mau punya anak laki2? Beliau hanya menjawab dengan polos, “ngimpi le, ngimpi ngukurungi jago, jagone bagus manut, jarene mbah lanang kuwi tanda anake lanang!” satu hikmah besar yang harus anda catat USG ZAMAN DAHULUADALAH MIMPI… :D
Kata ibu, saya ada itu 8bulan setelah beliau berdua menikah. Memang waktu yang cukup lama, dari situlah saya paham, seberapa berarti seorang anak setelah anda menikah kelak. Ketika saya tanya bagaimana bu’ ngelahirin, “rasane yo ra karuan le!” (rasanya tidak bisa digambarkan). Hati saya terdentum meriam, ibu ILU IMU INU (I love you, I miss you, I need you). Sungguh sebuah hal yang istimewa, ketika kita mengetahui proses kelahiran kita sendiri. Tentu banyak cerita dari kawan-kawan yang lebih menyentuh hati, sementara saya hanya sederhana, apa adanya dan setahu saya. Karena ibu bukanlah seorang sastrawati, atau pujangga yang pandai merangkai kata. Beliau adalah ibu sederhana yang mengajari saya dan anaknya tentang kesederhanaan, menanmkan pentingnya kejujuran. Sementara akses komunikasi dengan bapak memang terbatas oleh waktu, satu hal kawan, syukuri semuanya ALHAMDULILLAH…. Yang ingin saya ajakkan kali ini, mari flashback sebentar tentang masa-masa lalu kita, itu akan menghidupkan hari, menambah koreksi, menajamkan ingatan, melatih kepekaan, dan selalu menjadi proses belajar tiada henti sampai mati. Semoga bermanfaat, salam dari Sang Penggembala, Tyas Haryadi…. ^_^
0 komentar:
Post a Comment