31 Jul 2012

Jember dan filosofi pohon kelapa

Berfose di depan pintu masuk UNEJ. :)
        Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillahirobbil’alamin, untuk pertama kalinya akhirnya saya menginjakkan kaki ke kota dan kabutapen Jember ‘dulur’. Ini serangkaian kelayapan musim hujan, liburan semester ganjil tahun 2011/2012, tetapnya setelah berkunjung ke Mojokerto (baca, 24 jam di Mojokerto). Perjalanan kali ini saya tidak sendirian seperti biasa, saya ditemani oleh Imam Bukhori (bukan pengumpul hadist yang dibukukan itu), panggilan akrabnya “sago”. Entah kenapa nama yang ‘mbois’ itu berubah jadi nama makanan pokok di daerah timur Indonesia (sagu). Anak semester dua Jurusan Ilmu Sosiologi Univ. Brawijaya Malang, teman satu kamar di pesma (pesantren mahasiswa) Darul Hijrah.  
       Nah, perjalanan kami dimulai pada hari kamis (16/2 ’12), sore hari tepatnya jam empat sore. Kami putuskan untuk mampir dahulu kerumah saudara Hoido Rillah (namanya japanise banget ya?), di daerah Gondang Legi, Malang Kabupaten (belum dibuatkan postingan ketika di malang, maaf kawan, :D ). Yuh, sambil silaturohim, namanya juga kawan sejak semester satu, sekalian numpang makan gratis kawan, maklum modal kere. :D | Sambil ngobrol “ngetan ngulon” (ketimur kebarat, b.jawa) kami mebahas tentang keadaan setelah lama tak bersua, nah akhirnya besok paginya kami berangkat ke Jember. Melewati Lumajang sebenarnya, tapi berdasarkan kesepakatan bersama, kami berangkat dahulu ke Jember. 
       Pintu masuk daerah jember ada setelah jembatan di sungai yang tak terlalu besar. Akhirnya foto-foto dahulu kawan, narsis untuk eksis dengan kamera Handycam baru. :D | setelah masuk daerah Jember, kesan pertama memang panas kawan, bahasa kerennya hangat. Jadi mengingatkan keadaan di Porong Sidoarjo, (baca ‘lautan lumpur, Sidoarjo’). Kami terus menggeber kendaraan (Jupiter MX, semoga segera ada motor nasional, amin), tepatnya saya, karena hanya saya terus yang ada didepan, teman saya ini tak bisa mengendarai motor kopling. Dengan motor ini juga saya touring ke jateng, (baca ‘Solo itu Surakarta’, ‘Semarang ibu kota jateng’, ‘Indahnya Yogyakarta’). Subhanallah dah, terus-terusan maju tanpa henti, tanya kiri-kanan, kok tak nyampai-nyampai kota. Targetnya adalah kota kawan, karena mau lihat sedikit tentang kampus-kampus disekitar sana.
Indahnya di pantai Watu Ulo (Ulonya disebelahnya).
       Menggeber kendaraan diatas 80KM/jam itu wajib, kalau sedang tiada halangan ya 110KM/jam. Akhirnya sampailah kami ke alun-alun Jember, tepat waktunya untuk sholat jum’at kawan. Langsung dah ke masjid setelah parkir, sambil angkat pantat kiri kanan, karena sudah kepanasan dan kecapaian. Satu hal yang terkenang adalah, alun-alun yang berada ditengah kota, sebelah masjid jami’ Jember. Alun-alun itu ditanami oleh pohon kelapa, itu yang ada otak, diatas leher manusia (kepala, Red). Yang akhirnya saya mulai berfilosofi tentang kota ini dan pohon kelapanya. Lanjut ke masjid Jami’nya, saya lupa nama masjidnya kawan (ntar tak searching dulu ya sob) :D. Nah, desainnya itu, mbois, mirip dengan gedung DPR RI di Jakarta sana, mungkin hanya kalah megah, kalah besar, tetapi tidak kalah berkah, insyaAllah. 
       Jamaah sangatlah banyak, saya dan Sago memilih diluar saja, kerena memang ngantuk setengah sadar. Disampingnya juga masih bisa di isi dua sampai tiga orang jamaah, karena keadaannya tidak lurus, miring kawan (temboknya, bukan alasnya). Yang lebih menarik adalah ada lantai dua di masjid jami’ ini, tetapi seperti biasa, tidak bisa masuk, hanya bisa disampingnya, melihat ketangga sampai separuh. Spesial sekali ketika keluar dari masjid, ada es krim gratis untuk para jamaah, subhanallah ini mah, perlu dikembangkan di kampung halaman. Nah, selanjutnya kami berjalan ke UNEJ (Univeritas Negeri Jember, Red). Ini nanti akan dibahas pula sedikit disini, tapi banyak di hunting kampus, nantinya saja kawan. OK? ;) 
Diatas Watu Ulo, itu papan dibelakang saya adl pembatasnya.
       Kami lanjutkan perjalanan ke pantai “watu ula” (bisa diartikan batu ular), lalu melanjutkan ke “tanjung papuma”. Di watu ula, keadaan cukup memadai, jalan nyaman, lurus dan loket masukpun dijaga yang memiliki tiga shift. Kami mengorek sedikit keterangan watu ulo dari bapak penjaga loket, bagaimana keadaan di malam hari dan lain sebagai. Seusai bercakap-cakap dikit, kami memasuki area watu ula, subhanallah, banyak sapinya euy. :D | Ternyata di daerah pantai memang banyak juga yang memelihara sapi kawan, itu kata Sago juga. Maklum saya tinggal di kabupaten tengah jawa, ke pantai jauh, jadi anak gunungan, bukan anak pantai (kunjungi saja Visit Magetan). Nah, kami sengaja mencari tempat yang nyaman, lalu memarkir sepeda motor (pinjaman) dibawah pohon waru (daunnya berbentuk hati, keren buat ngelamar tuh :D). Seperti biasa, sago memasukkan pasir ke plastik, saya memasukkan batu, dan kami menikmati pemandangan di watu ula. 
       Batunya memang mirip ular, konon itu ular yang menuju laut kidul (Samudera Hindia). Di kalangan orang jawa mah, namanya laut kidul sudah menjadi sumber pembicaraan dari zaman nenek dan kakek kami. Ada tulisan pembatas sih untuk tidak melewati itu, kamipun melewatinya saja, maklum kawan, “darah muda, darahnya para remaja” (jadi nyanyi lagunya bang R Homa). Di depan pembatas ada bau kemenyan dan juga bunga plus beberapa sesajen, jawa banget, ritual nenek moyang. Kami nikmati saja pemandangan sambil berfoto ria, ternyata hari yang semakin sore membuat ombak mulai pasang, ombak besar menerjang “Byyyuuuuurrrrrr”. Aha, Sago basah separuh badan, sementara saya hanya sebagian badan, kami lanjutkan beberapa foto lalu kembali. Kami cari makan dulu di warung dekat parkir motor, sambil titip charger HP, Handycam juga, setelah makan saya tidur sebentar, karena masih jam 3an. Alhamdulillah sebelum jam 4 (sore), kami selesai, bayar makan dan minum (mahal jeh, tempat wisata euy). Lanjut dah ke Musholla untuk sholat ashar berjamaah, agak kelewat waktu sie, Astagfirullah, gimana mau deket ama Allah, suka ngolor-ngolor waktu sholat gini. 
     Kami lanjutkan ke “Tanjung papuma”, nah, ini juga istimewa banget kawan. Karena sampai sana sudah hampir jam 5an (sore), hari sudah hampir gelap, kami masuk bayar loket per @ kena Rp. 12.000,- (murah sie, kalau ada duit :D ). Jalannya cukup menanjak dan turun, tapi pemandangannya subhanallah, pasir putih, beberapa perahu nelayan, pulau-pulau kecil disekitar tanjung, dan ada klentengnya, tapi kok g’ada masjidnya? *garuk2 kepala. Kami jalan menelusuri rute yang sudah disediakan, ada beberapa tempat wisata di tanjung papuma, banyak euy, tapi karena waktu sudah sore tak mungkin kami ambil alih semua. Bisa sampai jam 8malam kalau semua di hampiri, penerangan juga masih minim disana. Kami putuskan mencari puncak tanjung, namanya siti apa gitu, lupa saya, tapi ada sitinya (bukan Siti Hawa, itu istri Nabi Adam). Masih banyak kucing dan juga ada monyet disana, kamipun melewati sun set, di hamparan samudera Hindia, seberang agak ke tenggara sana ada Australia. 
Sun set at Tanjung Papuma, jember, so beauty. ^_^

       Kami pulang lah dari tempat wisata ini, menuju Lumajang, dan akan tidur di tempat favorit (pom bensin, SPBU terdekat). Dalam perjalanan kembali, sambil komat-kamit baca dzikir, sholawat, asmaul husna, saya berpikir tentang apa yang bisa saya ambil dari Jember ini (poin utama). Akhirnya mulailah saya menyimpulkan tentang filosofi pohon kelapa, why? Baru kali ini lihat alun-alun banyak pohon kelapanya, disekitar jalan selalu melihat kelapa di kanan-kiri jalan. Itulah jember, selalu menghasilkan sesuatu yang luar biasa, memiliki manfaat disetiap sisinya, walaupun akar serabut tapi bisa bertahan lama. Begitu pula orang-orangnya, mereka punya cara hidup yang survive, bisa bertahan disemua alam, keadaan dan mampu memberi manfaat disetiap inci kehidupan. 
      Keelokannya indah dipandang mata, kesegaran dugannya selalu butuh timing yang tepat, janur kuning mudanya menandakan sebuah hajatan bahagia (pernikahan), batangnya juga kayu yang kuat, dan akarnya bisa jadi media untuk tanaman yang mungkuni. Berbeda dengan kami orang magetan yang punya filosofi pinus (kalau yang ini, tunggu saja nanti postingannya). Tak terasa sampai pom bensin di dekat perempatan (jika lurus ke UNEJ, belok kanan ke kolam renang yang besar itu, kiri lumajang), kami mampir pom, sholat magrib, mandi, lalu sholat isa dan baca Al-quran. Alhamdulillah, mulai akhir-akhir ini, hunting kemanapun saya bawa Al-quran, sebagai bawaan wajib, biar selalu ingat Allah & bisa belajar dimanapun kapanpun, target jadi Hafidz jg bisa kelaksana. Aminnnn,,, sekian dulu, moga manfaat, salam dari Sang Penggembala, Tyas Haryadi… ^_^

Lumajang, apa bagusnya?

menyambut diri di Lumajang, menatap G.Semeru.
       Kawan, belanjut dari cerita hunting di Jember (baca, Jember dan Filosofi Kelapa). Kawan, kali ini kita akan menengok sedikit ke Lumajang, “apa bagusnya?” itu mungkin pertanyaan yang selalu dipertanyakan (tanya saya di hati, juga sago tentunya). Tapi, dalam hati pula saya jawab “selalu ada yang indah di tempat berbeda, masalahnya bisa menemukan atau tidak?”. Nah, itu, tantangan subhanallah untuk saya dah, Sago akhirnya ikut, karena dia memang hanya ikut saja, ikut sopir. Setelah menginap di Jember, tepatnya di SPBU di pinggiran kota Jember kami melanjutkan ke daerah Lumajang. Kami punya kakak semester di PESMA (Pesantren Mahasiswa) Darul Hijrah yang Rumahnya di Lumajang, tepatnya daerah Pasirian. Nah, kamipun punya niat mampir kesana, karena jika ke kota akan lewat daerah utara, akan memakan waktu lebih banyak nantinya, yang pasti saya makin capek. 
       Kami pilih untuk tetap lewat selatan, lewat daerah Pasirian, lihat-lihat dulu wisata disana. Lalu melanjutkan ke Goa Tetes, sebuah tempat yang spesial di Lumajang menurut beberapa sumber. Setelah berangkat dari SPBU, kami mengikuti jalanan di Jember, Masuk Lumajang, hampir sampai ke Pasirian kami mampir untuk sarapan dulu. Yups, sekalian minta bantuan nitip charger baterai HP dan baterai Handycam.
Diperjalan yang cukup melelahkan kami sering berinteraksi dengan orang Madura (reng medureh, bahasa kerennya guys), semakin paham bahasa Madura dan kulture mereka. Lanjut cerita di tempat makan dulu, ada beberapa makanan khas daerah Lumajang (disetiap kelayapan, saya tak pernah lewatkan kuliner nusantara), salah satunya adalah sejenis tempe tapi dari biji kacang pancang, cukup enek rasanya, tapi yang pasti saya tahu kadar gizinya (lahap saja, diawali dg bismillah bro, jangan lupa *kedipin mata).
Pemandangan indah dari sekitar Piket Nol, Lumajang Jatim.
            Setelah ngobrol panjang lebar (ngalor ngidul) dengan sago, *ada beberapa poin menarik, setiap orang yang saya ajak touring adalah orang spesial. Why? Mereka selalu punya sesuatu yg berkesan untuk saya, Sago misal, dia adalah bolang yang tidak kalah nekat dari saya. Waktu SMA saja dia sudah sepedahan (inget, sepeda pancal) dari Lamongan ke Malang (lewat Pasuruan), kembali lewat Batu dan Jombang. Perjalanan berlanjut menuju Pasirian, sebuah daerah pantai selatan yang cukup terkenal, karena sewaktu berangkat kami juga tahu disana banyak sekali tambang pasir. Sebenarnya ada mas-mas (satu orang, cuma memberi isyarat dia lbh tua dari kami, sdh nikah) juga alumni PESMA DARUL HIJRAH (tempat saya tinggal). Tapi beliau belum bisa menemani kami, karena masih melanjutkan studi S2nya di STAIN Jember. Ada beberapa tempat di pasirian yang menjadi tempat tujuan kami, pantai bambang, lalu watu kecak (bahasa Madura, masih kurang paham kalau ini). Satu hal ketika anda di pulau sedang touring, lalu sedikit penunjuk arah, tanyalah ke kiri kanan, ini akan berbeda dengan diluar jawa (setahu saya di Sumatera, pernah 2minggu lebih disana, Madura dan Bali saya rasa masih identik dg jawa), baca hunting sumatera dan Madura (sampang, bangkalan).
            Setelah tikung kanan pengkol kiri, tanya bapak tanya ibu, kedipin cewek (eh, g’ada ding, ceweknya pada sekolah). Kami sampai pantai bambang pukul 9an nampaknya, tepat pada sabtu (18/2/12), sebenarnya saya katakan ini bukan tempat wisata utama. Why? Tempat parkir yang disediakan hanya satu (itupun kecil untuk ukuran wisata), pintu masuk yang seharusnya dijaga untuk pembelian tiket, sepi kosong hanya ada bangunan lusung. Dibalik itu semua, sebenarnya jika dikelola sedikit saja, akan jadi wisata yang subhanallah. Berbeda dengan pantai selatan pada umumnya, pantai bambang merupakan pantai pasir hitam (kaya akan magnet sebenarnya), kemudian banyak tanaman (tidak terlalu jelas, krn dikejauhan dan kacamata saya masih retak). Selain pasir penuh, juga ada beberapa batuan, baik batu merah, apung atau jenis lainnya, yang kebanyakan diambil oleh orang-orang disekitar pantai bambang. Saya mah juga ngambil itu batu kawan, :D (kolektor batu, ntar buat mas kawin) “saya nikahi **** dg mas kawin sekarung batu hasil mbolang Indonesia,” *romantis jeh… ;) (kedipin dulu calon bini’, tahu siapa).
Warga mencari batu merah dan lainnya untuk dijual.
            Wahai calon ibu dari anak-anakku (baca Untukmu calon ibu dari anak-anakku), sudahkah dikau berkunjung kepantai bambang, kemarin pantai itu terkena ombak laut ‘kidul’ setinggi lima meter (agak dialog ma calon bini’ jeh, map ya kaum adam) :D. Next, rasa hati tak tega, terenyuh dan langsung berdo’a untuk keselamatan orang-orang disana. Inilah efek silaturohim, walau saya disana juga di jenggongin anjing, tp istimewa, pasirian utamanya, Lumajang umunya, sudah ada dihati, terpatri. Lalu kami berniat kembali, tapi sebelum kembali saya lihat ada penambangan pasir dan batu, nampaknya indah kawan, ya sudah cabut saja, kelamaan. Ternyata memang subhanallah, ada sungai besar yang sedikit dialiri air, tapi sangat banyak pasir serta batu-batuan, hasil erupsi G.Semeru nampaknya. Banyak gubuk-gubuk disungai yang menambang batu atau pasir (nampaknya manual), tapi juga menghasilakan. Jalanan masih berdebu, begitu pula penyebrangan sungai memanfaatkan tanggul sungai kedua yang lebih rendah dari tanggul pertama. Disampingnya ada perbukitan yang tertata elok, cantik nian (noh, kebayang cantiknya calon ibu dari anak-anakku lg kan) ;). Jepret-jepret dulu dg kameranya handycam baru kawan, usaha sambil untuk berwisata, begitulah kiranya.
            Setelah itu, kami melanjutkan jalan ke watu kecak, masih belum yakin bagus, tapi kami usahakan untuk berkunjung. Nah, setelah melewati hutan tebu (biar agak dramatisir ya), kami sampailah ke watu kecak. Eh, mbois jeh, ada hutan (kali ini beneran), pohon yang sejenis, tak paham nama pohonnya, yang pasti kalau dibuat tempat ambil gambar atau video bakal indah sekali. Dan disebelahnya ada beton besar yang ada bekas tapak kaki, itulah watu kecak (aih, g’banget sob, tp macam mana, harus tetap kita ambil hikmahnya aja, subhanallah). Baliknya, kami masih sempak bertemu burung gagak, burung-burung lain yang tinggal di hutan tebu. Dikampung saya Magetan jarang ini, tapi disini masih banyak, memang itulah spesialnya hutan (sebagai anggota PALA [pecinta alam] seumur hidup, saya akan menggalakkan hutan masuk kota) :D. Perjalananpun kami lanjut ke Malang, dengan mampir dahulu ke piket nol dan Gua Tetes, ini nanti perjalanan ter mboisnya jeh.
            Melewati jalur yang sama, kami bisa melihat samudera hindia dari perbukitan berliku yang sesekali ada view untuk lepas memandang ke tenggara. Sambil berhenti, foto-foto, memperhatikan beberapa hal, lalu member evaluasi dan maknawiyah dalam hati. Kalau hikmahnya ditulis semua takut bosen baca pada semua dengan blog saya. :D | jadi saya ambil beberapa poin riil yang bisa diterimat otak n mata, karena belum tentu semua mata hati mampu menerima apa yang saya sampaikan. ^_^ | Setelah bertanya ke beberapa orang, kami sampai piket nol, karena maksudnya piket nol adalah puncak tertinggi, hanya puncak kecil dipinggir jalan, seharusnya ada view yang luas, nah ini tugasnya PEMDA serta segenap jajarannya. Lanjut sedikit ke tempat wisata seberang piket nol, ada taman, seharusnya loket masuknya dijaga, tetapi sepi juga, naik sedikit ada kantor Telkom. Sekitarnya juga masih banyak pohon-pohon, disela-sela pohon banyak orang pacaran kawan, astagfirullah, tapi mbois kok. :D
goa tetes, nampak bawah, karena sulit cari view yg baik.
            Ending cerita “Lumajang, apa bagusnya” adalah di gua tetes kawan, subhanallah banget kalau tempat satu ini. Sudah dekat dengan daerah Dampit Malang, tapi masih masuk area Lumajang, nasibnya sama seperti tempat wisata lain, tidak terawat, fasilitas buruk. Tanda plang untuk wisata se “MBOIS” ini hanya papan dari kayu, di cat apa adanya, tidak jelas, tiangnya condong, bertulis “goa tetes” (saya rasa ini inisiatif warga). Lalu kita disambut dengan jalan macadam (batu-batu dan berliku, turunan, tak layak untuk mobil, apalagi rider pemula). Tak begitu jauh, sampailah kita di tempat parkir, just for “sepeda motor” nampaknya, karena tempatnya lebih mirip kandang kambing (kalau ditempat saya). Cukup berbeda jauh, misal dengan Sarangan di Magetan, Goa Gong di Pacitan dan tempat-tempat lain. Disekitar tempat ini banyak tumbuhan salak, tapi sayang, tidak ada yang menjual salak disana (geleng-geleng melihat peluang dan sumber alam yang besar serta tidak dikelola).
            Setelah parkir, kami naik kawan, menuju goa tetes, tapi malah kesasar kerumah-rumah warga. Kenapa? Tidak ada penunjuk jalan, bahkan pintu masuknya tidak tertuliskan ‘GOA GONG’, penjaga loketpun, maaf, tuna netra, dan loket itu lebih mirip tempat istirahat. Akhirnya kami kembali turun dan sedikit berbincang dengan bapak pejaga loket tersebut. Biarpun buta, tapi bapak ini telah melatih ketekunan beliau sehingga mampu memberikan hal-hal terbaik beliau, sampai kesalahan uang kembalipun tak terjadi. Jalan menuju goa tetes cukup jauh, menurun (tetapi baliknya nanti naik), sudah tertata rapi, hanya pengamannya sudah banyak yang rusak, licin karena banyak air serta lumutnya. Saya beberapa kali terpeleset, karena terlalu licin dan memakai sepatu futsal yang sudah mulai halus bagian bawahnya, maka berhati-hatilah saya.
            Sesampai di goa gong, baru nampak sebagian, subahanallah, istimewa kawan, tujuan terakhir yang memuaskan hati, pikiran dan lain-lain. Saya masih asyik mengambil gambar, tapi nampaknya sago sudah rindu dengan air sejuk, dia sudah lepas baju (hanya pakai celana dalam) dan bermandi-mandi ria. Karena memang sedang sepi, adapun beberapa orang itu adalah lelaki. Goa tetes ini adalah tebing yang berlubang, sehingga disebut goa, tidak terlalu dalam, walau ada bagian yang dalam, karena terlalu licin tidak ada yang kesana. Tanahnya tanah padas, kuning, mirip kotoran manusia kalau saya bilang, :D dan sejuk (se sejuk hati-hati kami, ea). Goa ini cukup tinggi, sehingga butuh mental untuk mendakinya, perlu nyali besar, kaki saya (dibagian jari) ada yang luka, sehingga kesulitan untuk naik, tapi saya paksakan, Alhamdulillah bisa. Sago sudah kelayapan kesana kemari, macam kera kegirangan, sebenarnya dia lebih cakep daripada kera kawan, suer aye jujur. :D | saya masih berkostum celana levis, tapi tak berbaju, Sago saya suruh foto-foto, karena urusan mental loncat sana loncat sini, saya akui sago lebih berbakat. Saya masih kesusahan menyesuaikan diri dengan kondisi kaki dan medan, alhasil saya juga sampai puncak, Alhamdulillah. Foto-foto riapun berlanjut, melihat sungai dibawah, minum air, melihat habitat, masuk sedikit ke goa, mengucapkan mimpi-mimpi mustahil juga jadi agenda kami.
            Di akhir perjalanan, kami kecapaian, lalu turun, sayapun ingin mandi, akhirnya… *tiittttttt. Ah jujur saja, lepas celana, pakai celana dalam saja, mandi besar, tanpa perlu junub sebelumnya. :D | selesai itu kami pakai kostum kembali, dan naik keatas, kali ini saya duluan, karena jiwa pendaki sedikit-sedikit masih ada, skillnya juga masih berbekas walau tak banyak. Saya katakana, “Lumajang memang tidak terlalu bagus, tapi berkesan dihati saya, itulah bagusnya, subahanallah” ^_^ | pada episode selanjutnya aka nada kunjungan kedua (sebelum puasa 1334 H, ke tempat nikahan dan saudara saya yusuf arifudin). Di tunggu ya, selalu ada yg indah dinegeri ini, masalahnya, selalukah kita mampu bersyukur dan mengambil hikmah dari semua hal itu? Salam dari Sang Penggembala, Tyas Haryadi… ^_^

Kubilang ini smart work

Tyas Haryadi, waktu jd Pemateri training.


       “KERJA KERAS ADALAH LANGKAH MENUJU KESUKSESAN” tahu ini kata bijak siapa, tapi intinya tentang KERJA KERAS. Sudah kawan, zaman sudah berkembang, sudah waktunya kita KERJA CERDAS, bukan KERJA KERAS. Sekarang sudah waktunya berubah pikiran (mindset kawan), kalau berpikir menjadi seorang pengusaha, anda harus bekerja lebih efisien, tak hanya kerja lebih keras. Saya mendengar kata “smart work” adalah dari dosen saya, Totok Chamidy nama beliau. Dari waktu itu saya selalu mengingat dan berusaha mengembangkan kata-kata ini, perlahan demi perlahan tetapi semakin cerdas. 
       Orang juga sering bilang, “sambil menyelam minum air”. Tetapi saya berpikir berbeda, kenapa harus minum air? Karena kita nyelam di air kah? Bukan, seharusnya motto itu sudah berganti “sambil menyelam minum susu, sekalian makan roti” ini baru langkah maju, baca ‘satu langkah kebelakang untuk maju’. Jadi harus cerdas, saya memulai sesuatu dari hal-hal simple, misal, ketika saya berjalan ke kampus dari ma’had (karena asrama dan kampus berada di satu area) saya komplitkan dengan zikir, banyak-banyakin juga mencari ide, berpikir tentang langkah selanjutnya, lanjut-lanjut. Hari ini saya mau apa saja, nanti setelah ini saya akan kemana, kemudian, besok saya mau apa, ingat kembali mimpi saya. Semua sudah terencana, terprogram ketika saya berjalan sampai ke kampus. *satu masalah selesai, ketika yang lain hanya berjalan membahas bla-bla, tetapi kita sudah punya rencana yang subhanallah. SMART WORK. 
       Ketika memulai sesuatu kita juga harus cerdas, seperti ketika memilih sebuah usaha (baca, cara memulai bisnis baru dengan cerdas). Ada pula kecerdasan ini juga harus dibawa kesemua waktu dan kondisi, ingat yang kan lebih cepat hilang itu waktu, jadi manfaatkan waktu sebaik-baiknya kawan. Ketika sedang berjalan, terkadang kita hanya fokus dengan jalan, padahal selain fokus dengan jalan kita bisa memikirkan dan merencanakan hal-hal lain, misal membuat strategi untuk ujian (baca, strategi melewati ujian hidup). Nah, itu salah satu alternative, tetapi ada beberapa orang yang tidak bisa memecah pikiran dan konsentrasi, anda bisa membawa headset, dengarkan lagu-lagu yang membantu, dengarkan pengajian, dengarkan Al-quran, sholawat, dan mungkin materi-materi lain. SMART WORK 
       Dalam melakukan perjalanan biasanya hanya satu tujuan yang kita ambil, kenapa tidak 3 atau 5 tujuan sekalian? Satu lompatan 3 atau 5 pulau terlampaui. Biasanya dua tiga pulau terlampaui, sekarang ubah, kerja harus lebih efisien, lebih menghasilkan. Ketika kuliah, mungkin orang akan berpikir untuk lulus saja, kenapa tidak sekalian mendapatkan kerja/membuat lapangan kerja? Kenapa tidak sekalian mendapatkan jodoh? Kenapa tidak sekalian menambah ketakwaan? Itu kawan, hal ini juga membuat kita jadi pribadi menarik (baca, 7 tips menjadi orang menarik). Jadi, ketika kita melakukan perjalanan ke pulau Madura misal, yang rumahnya asli Jawa Barat. Tentu kita ada saudara, disekitar perjalan, kenapa tidak silaturohim sekalian. “sekarang sudah ada telpon, sudah ada 3G,” tapi berbeda kawan ketika datang kepada saudara itu sendiri. Juga silaturohim kepada teman-teman, sekalian juga itu cari sesuatu yang berbeda, bisa ditulis untuk teman, bisa bermanfaat untuk yang lain, bisa ditambah lagi untuk mencari uang juga. SMART WORK. 
       Ini juga saya alami, ketika kemana saja, saya harus bawa Al-quran dan buku (bacaan dan tulis). Kenapa? Disaat kita kemanapun tentu akan ada waktu luang, nah, itu dimanfaatkan, pasang headset juga, dengarkan yang baik-baik pula kawan, ok? :D | hal lebih penting lagi adalah mencoba membelah konsentrasi, 2, 3, atau sampai lima kalau perlu. Bagaimana caranya? Latihan dong, saya pernah menulis tangan kanan dan kiri dengan tulisan yang berbeda juga membaca satunya menulis, satunya mengomentari status dan inbox dijejaring sosial, satunya makan dan juga mendengarkan MP3 (kebanyakan ceramah, motivasi, dll). Jadi, ketika yang lain di kelas hanya mendengarkan guru/dosen mengajar, kita bisa sekalian membaca, tanpa kehilangan apa yg dikatakan dosen, bahkan teman yang mengajak ngobrol juga masih terekam di otak kita. Ini memang perlu berlatih dengan tekun, sangat tekun (baca, bola karet pengasah ketekunan), tapi saya yakin akan berhasil. SMART WORK 
       Jika kita mampu kerja cerdas, tak hanya kerja keras, maka kita akan menjadi golongan kecil nan berkelas. Sebuah kelompok yang akan berbeda tetapi juga memiliki kelas istimewa, baca ‘pengusaha, kelompok minoritas yang berkelas’. Sekian kawan, semoga bermanfaat, “kita boleh kerja keras, tetapi sudah waktunya untuk lebih kerja cerdas, SMARK WORK”. Sekian dari Sang Penggembala, Tyas Haryadi…. ^_^

Bicara Cinta, Biarkan Allah yang Tahu

Cinta, Allah yang tahu.
       Beberapa hari ini, saya bukan lagi saya yang dulu, berbicara tentang cinta, membahas tentang jodoh. Bukan karena muslim romantis dalam diri mulai terkikis, melainkan saya hanya ingin lebih romantis dengan Allah. Lalu saya minta Allah jadi perantara keromantisan cinta saya dengan sang jodoh yang sudah ditulis oleh Allah. Itulah cinta Tyas Haryadi, Allah yang menanamnya, Allah yang menggetarkannya dihati, dan Allah pula yang mengetahui pertama. Begitu pula halnya dengan jodoh, yang tak tahu tak dinyana ternyata dia dekat didepan mata, terkadang jauh berbeda benua, itulah sebabnya jodoh dan bodoh itu beda tipis (baca Jodoh & Bodoh). 
       Cinta itu bukan hanya antara hati kawan, tapi dengan saksi dan Yang Maha Memberi. Allah, Yang Maha Memberi cinta di hati manusia. Allah yang menjadi saksi ketika dua hamba saling sujud ditempat berbeda meminta diberi pasangan mulia. Ketika menyatakan apa yang ada di hati, manusia memang menggebu-gebu, tampak natural, selalu spontan dan menarik. Tetapi anda pernah melihat film India yang berjudul “Pyaar Impossible”? yups, cerita tentang seorang pemuda yang mencintai wanita sampai 7 tahun, hanya dia dan ayahnya yang tahu. Bahkan si wanita sampai punya anak besarpun belum mengetahui cinta sang pemuda itu (bujang tua tepatnya). Itulah cinta yang romantis kawan, tak harus diteriakan kepada semua orang, tapi hati penuh dengan teriakan kata cinta untuknya. Sesuatu totalitas, pengorbanan, dan keinginan untuk memberi lebih, lebih dan lebih, itulah sebuah cinta yang romantis, tanpa peduli ada respon atau tidak. Terkadang rasa cinta terhadap lawan jenis kita harus “kalem” (perlahan) dalam menyampaikannya. Takut disrobot? Cinta itu bukan terburu-buru, tetapi perlahan penuh keyakinan (Baca Pantun Cinta).
       Next kawan, mungkin banyak sekarang orang-orang galau, walau saya tetap selalu bermoto “galau rasa gula”, bagaimana galau itu boleh asal manis, dan membuat diri lebih baik (baca, galau rasa gula). Yang namanya orang kasmaran, tentulah hati akan dibolak-balik (inget, Allah Yang Maha membolak-balikan hati). Tetapi terkadang disaat dibolak-balik itu kebanyakan manusia terlalu mengumbar, tidak tahu bagaimana menyelesaikan yang tepat. Jika cinta ada di dada, semua hal bisa menjadi berbeda, jika cinta menghiasi hati, semua aktifitas hanya akan mengingatkan diri pada si do’i. Puitis ya? Potensi dari dahulu kawan… ^_^ 
       Alangkah indah jika cinta itu tidak untuk berlebay ria, disana ada beberapa orang romantis yang mengatakan untuk menyampaikan walau dia tak harus mendengar. Sampaikanlah, walau hanya dengan tulisan, dan sampaikan agar isi hatimu tak terendap. Bayangin noh, kalau sungai tertutup alirannya oleh endapan, alirannya tentu tidak akan lancar, seperti itu pula aliran cinta. So, sampaikan kepada yang bersangkutan adalah alternatif satu agar aliran cintamu tetap mengalir. Dengan cara kita, seberani kita, tanpa tekanan, karena cinta itu dari hati, bukan karena paksaan. 
       Selanjutnya adalah alternatif dari Rasulullah, kalau cinta, Rasul tidak menyarankan untuk pacaran (sudah tidak mbois, cinta lalu pacaran) bisa baca "untukmu, calon ibu dari anak-anakku". Untuk tunangan mungkin agak mbois, karena memang menurut agama saya (islam), memiliki ajaran ini (walau saya juga tidak tahu ini zaman Rasul atau dari ulama). Saran yang lebih baik adalah katakana kepada orangtua atau wali dari yang kau cintai itu kawan. ^_^ | langsung lamar, itu baru lelaki jantan, insyaAllah islami pula, tapi sebelumnya juga harus ta’aruf, jangan asal sruduk, ayam aja lo ada pendekatan (maaf agak kasar, tapi lebih natural kan? :D). 
       Sekarang alternatif terutama adalah sampaikan pada Allah, nih solusi SIP kawan. “punapa?” (kenapa, b.jawa), karena yang ngasih cinta kan Allah, balikin dah sama Allah, bagaimana kita harus melakukan tindakan, bagaimana harus merespon cinta itu. Apakah akan dipendam, apakah langsung ngelamar, apakah juga ingin ta’aruf dahulu? Allah bakal ngasih jawaban kawan, jika kita cinta seseorang makhluk (terutama lawan jenis), Allah sumbernya. Cintai pula kerena Allah, dan biarkan Allah yang mengetahui rahasianya. Kita mah tenang-tenang saja, jodoh sudah dibagi, kadang cinta itu muncul seketika dan lenyap perlahan. Wallahu’alam, semoga bermanfaat kawan, salam dari SangPenggembala, Tyas Haryadi…. ^_^

Aku suka anak kecil

Bersama anak kecil, memberi pelajaran.
       Bukan hanya kekasihmu yangg butuh perhatian dan kasih sayang, lihatlah anak2 kecil penerus negeri ini, mereka juga butuh itu. jangan berteriak tentang mimpimu, dengarkan pula mimpi anak2 itu, mereka juga ingin didengar. Mdpl (meter diatas permukaan laut) mereka tak paham, tapi lihatlah senyum kejujuran yg penuh gairah itu! sudah hilang dari muka orang tua sekarang, kemana senyum manis itu? mereka berani menjawab walaupun salah, mereka mencoba, mencoba dan tak pernah menyerah. orang dewasa, masih ingatkah masa kanak2mu? dewasa itu bukan tentang mengecilkan impian, masih ingatkah ketika kecil kita bilang "ingin jadi presiden" "ingin keliling dunia" (baca Mimpi-mimpuku) ,kemana hal itu? 
       Lihatlah ketika kamu berlari, maka adik2 kecil, lugu, polos, imut, nan ceria itu akan menghampirimu, mereka suka melihat semangat. Saat kita tersenyum, maka adik2 itupun akan membalas dengan senyuman malu2, tapi ikhlas. mereka lalu akan memerhatikan kita, senyum ikhlas kita. kemana senyum ikhlas penuh arti itu sekarang? atau mungkin orang2 dewasa sudah lupa cara tersenyum dan selalu ceria? adik2 itu sangat suka diangkat, entah main ayunan ditangan kita, atau ingin diangkat dengan dua tangan. ditaruh dipundak kitapun mereka bahagia. Tapi mengangkat orang dewasa terkadang disalahkan arti, mengangkat dengan pujian yang memang benar, tanpa manipulasi, apalagi mengada-ada. 
       "memang orang dewasa susah dimengerti." <~ itulah kata shincan, adik2 itu berani, berani berlari (baca, Belari, lari dan Larilah), berani mengatakan A, B, C, tanpa tendensi, tetapi kalau sudah dewasa, keberanian jadi hal langka. kata bapak, "semakin banyak makan asam garam orang akan lebih dewasa le!" tapi, kenapa semakin dewasa semakin pengecut? orang2 dewasa juga terlalu banyak "tedeng aling2", padahal dahulunya mereka sungguh tulus, lugu, penuh niat mulia (waktu kecilnya). orang dewasa yang masih tulus, lugu, penuh niat mulia juga masih tak dipercaya orang dewasa yang lain. mungkin itu pula pikiran mereka ke anak2. 
       Logika harus berkembang, tapi otak kanan jangan sampai hilang. Kenpa mereka mengalahkan otak kanan dengan otak kiri, padahal orang dewasa bilang "seimbang". Adik2 itu sangat jujur, ketika mau berbuka ikut lari2, mereka dengan senyum polos nan khas itu, berucap "aku durung adus mas!" lihat itu orang2 dewasa, orang jujur yang mengatakan buruk itu buruk, baik itu baik, malah disalahkan (baca, jujur itu mujur, luhur dan derajatnya tanpa bisa luntur). walau tetapi ada yang membenarkan (sedikit). benci berkata benci, suka berkata suka, cinta mengatakan cinta, juga disalahkan? "memang orang dewasa susah dimengerti" <~ shincan again.
       "berilah kepercayaan untuk yang lain", tapi mana untuk adik2 itu? "belum waktunya", apa mereka juga memilih waktu utk mempercayai orang dewasa? dan adik2 itu ingin segera menjadi dewasa, akankah jiwa indah di masa mereka sekarang akan hilang oleh logika yang berkembang? murah senyum juga disalahkan, niatnya adik2 itu tulus. emang suka lihat anak2 mrengut, bawa pedang, atau pistol (beneran, bukan mainan). itulah, mengapa aku suka anak kecil twips... 
       Ada lagi, anak nakal itu juga potensial sekali, tapi kenapa malah selalu yang disalahkan, dibilang nggak2, akhirnya mereka juga jadi nggak2. mereka juga ingin diperhatikan, diberi kasihsayang, bukan hanya sekedar uang, jajan, makan, ilmu. anak nakal adalah calon pemimpin besar. mereka penuh kreatifitas, penuh keberanian, natural, mereka penyuka warna merah! *mana yang katanya belajar, kenapa g'lihat, pake hati. menyentuh hati orang2 dewasa memang tak mudah, menyentuh hati anak2, sungguh membuat hati ini terenyuh. lihat muka polos yang beringus itu. semoga bermanfaat twips, *ilmu dari adik2 yang didepan @CMLibrary_ kemarin sore, dan adik edo di masjid yasin al falah (safari romadhon). tetap ceria... ^_^ | berani (pegang gunting) | kreatif,,, (tunjuk kepala) | setulus hati, apalah kata orang, tetap cinta anak kecil.. ;) salam dari Sang Penggembala, Tyas Haryadi... ^_^

30 Jul 2012

Syukur

Bersyukur denga do'a.
       Lama kawan, saya tak bikin puisi, ini dia puisi terakhir yang saya buat (barangkali besok mati duluan, ingat mati hanya Allah yang tahu). Nah, kalau dalam cara memaparkan sesuatu orang kadang harus bermain dengan basa-basi, atau mungkin “to do point” macam P. Habibie (B.J. Habibie, ni ilmuan favorit saya kawan, saya akan lebih dari beliau. Amin). Tapi saya punya cara sendiri untuk menyampaikan sesuatu, tanpa pengaruh, tanpa terkontaminasi air yang keruh. Saya adalah saya, seorang sastrawan java, lahir dari rahim ibu nan mulia, selamat membaca puisi kali ini, dengan judulnya “SYUKUR”. Pahami pakai hati (itupun setelah dibaca), karena dari mata turun kehati… ;)  

seperti puisi jiwa nan menyentuh hati, 
sepi, 
senyap, 
sendiri, 
menangis, 
tersenyum, 
tertawa, 
semua hanya karena kesendirian, 
lahir sendiri, matipun sendiri. 
seperti kereta, jalur sama, beda akhir. 
waktu sama, beda jalan. 
saling bertemu, hanya berpapasan.
 kehidupan itu bukan benang kusut. 
kehidupan itu kain sutera nan lembut. 
embun pagi yang terkena sinar mentari. 
kehidupan bukan koran harian. 
kehidupan adalah vektor nilai, rasio desimal, dahulu, sekarang, dan akan datang... :") 

*banyak bersyukur, puasa waktunya kita mensyukuri berbagai hal tentang kehidupan... puisi karya Tyas Haryadi, Sang Penggembala… ^_^

16 Jul 2012

Indahnya Puasa Nabi Daud

Selamat puasa disetiap waktu.
       Puasa sunah, adalah suatu hal yang membuat cinta kepada Ramadhan tidak memudar. Karena biarpun bulan suci telah meninggalkan kita, tetapi kita tidak meninggalkan puasa itu sendiri. Yups, minimal itulah kawan yang membuat puasa sunah menjadi sangat berkesan, karena Allah memberi ruang kita untuk selalu dekat dengan yang namanya puasa. Iya saudara sekakek Adam dan senenek Hawa, puasa adalah hal yang membuat kita menahan segala hawa nafsu. Puasa pula yang mengajarkan kita tentang tetap tawadhu’, tetap apa adanya dan sederhana, itulah sedikit hikmah tentang puasa. 
        Saudaraku, ketika berbicara puasa sunah, mungkin kita jarang melakukannya, bahkan hanya ada pada tanggal-tanggal tertentu yang kita lingkari. Tapi puasa Nabi Daud adalah puasa paling istimewa. Kenapa? Dikisahkan, suatu ketika ada sahabat yang bertanya kepada Rasulullah SAW. Sahabat ini mampu berpuasa tiap hari, tetapi Rasulullah bersabda. Bahwa puasa yang paling berat yang boleh dilakukan oleh umatnya adalah puasa daud (Nabi Daud). Apakah puasa ini? yaitu puasa yang dilakukan terus menerus dengan saling bergantian, berbuka dan puasanya. Sehari puasa, sehari berbuka, puasa kembali sehari, bukan lagi seharinya, begitu selanjutnya. 
       Subhanallah memang, karena dengan puasa seperti ini, konsistensi akan benar-benar dijaga. Dengan puasa nabi daud pula, tingkat penahanan nafsu akan terus menerus meningkat. Dengan puasa ini pula, kejujuran kita akan terasah dari hari ke hari. Karena puasa bukan hanya tentang menahan hawa nafsu, tetapi juga tentang kejujuran, tahukan pentingnya kejujuran (baca Jujur, Mujur, Luhur, derajatnya tanpa bisa luntur)? Saya baru merasakan betapa istinewanya puasa Nabi Daud pada semester 6 waktu kuliah di UIN Maliki Malang. Memang saya hobi puasa (baca mengganti puasa sunah dihari lain), tetapi dalam hal urusan puasa Nabi Daud saya baru mencoba. Sehingga para saudaraku sekalian sangat perlu untuk mengamalkan ibadah puasa ini. yang sudah mengamalkan “Alhamdulillah”, mari makin diamalkan lagi dan mengajak saudara yang lain. 
       Dalam kesehatan, puasa sangatlah bagus. Dimana Rasulullah menyunahkan untuk tiap bulannya minimal puasa tiga hari. Ini sangatlah tepat, kenapa? Karena berdasarkan penelitian, satu hari puasa ini bisa menjadi anti toksin untuk tubuh kita selama 10hari. Tiga hari puasa dalam sebulan, untuk anti toksin 30hari, subhanallah. Tentu dengan puasa Nabi Daud, membuat anti toksin kita juga bertambah. Dalam hal kesehatan lain, tubuh kita tidak boleh menerima terlalu banyak makanan dan terlalu sedikit. Dengan sehari puasa sehari berbuka, sesungguhnya kita tengah membiasakan diri untuk selalu hidup pas-pasan, pas pula waktu untuk ngisi perut. Berimbang bahasa kerennya, bahasa bang Rhoma “sedang-sedang saja”. 
       Itulah sedikit yang saya ketahui tentang puasa sunah Nabi Daud, semoga bermanfaat. Nampaknya saya juga harus lebih banyak belajar lagi. Salam dari Sang Penggembala, Tyas Haryadi…. ^_^

12 Jul 2012

Ibuku nyari mantu, edisi teras rumah

Saya dan ibu sewaktu sama2 muda.
       Bagaimana kabar kawan, lama saya tak posting dan nulis di blog ini. Ah, ini karena kebiasaan lama, SSB (sok sibuk banget). :D lagi fokus dengan UAS, deadline reporter, nyebar proposal, lanjut ke CMS dan CML. Pokoknya subhanallah, terus-terusan tanpa ada henti sampai titik darah penghabisan. ^_^ | nah, kali ini saya akan bahas sedikit tentang bab “BUKAN KITAB CINTA”, label kali ini nampaknya lebih cocok, karena aka nada tips-trik tentang cinta dan segala filosofinya, saya mah suka main filosofi kalau urusannya dengan hati… 
       Berawal dari akhir-akhir ini (akhir juni dan awal juli), rumah orangtua di Jl. Yos Sudarno no. 24, Takeran Magetan hampir tiap hari dikunjungi gadis-gadis sholeha (insyaAllah), nan cantik pula (bukan tampan). Yups, karena memang dalam hari-hari ini CML (Cah Magetan Library) tengah ada gawe yaitu “Pekan Ngangsu Kaweruh” dalam acara liburan musim kemarau. Dalam acara ini memang melibatkan banyak pihak, mulai pihak donatur (para pemberi dana yg ikhlas mengirimkan sebagian rejeki untuk CML), pihak publikasi(dari radio dan panitia), pihak tuan rumah (ibu bapak saya selaku pemilik rumah), dan panitia (jumlah ada15, 14 cewek, 1 cowok). 
      Dari sedikit penjelasan di atas mulai paham bukan? Benar, saya satu-satunya panitia yang bergender laki-laki. Dalam hal ini, bukan kurang publikasi kepada kaum lelaki atau bagaimana, tapi kepekaan dan kemauan untuk mengabdi itu memang dimiliki oleh kaum hawa, bukan kaum adam. Karena yang saya ajak kebanyakan adalah anak SMA sederajat atau yang baru saja lulus, tapi kesimpulan lebih lagi adalah karena pikirannya belum sampai. Catat: kedewasaan wanita itu berkembang lebih cepat daripada kaum adam, karena mereka pakai hati, bukan logika. 
       Ibu, sosok yang sering bilang saya untuk tidak nikah cepat-cepat, nanti-nanti saja. Nunggu dapat kerja dulu, nunggu adiknya di kuliahin dulu, dkk, (walau saya tak mau kerja, lihat saya tak mau kerja setelah lulus kuliah). Tetapi siang itu, mungkin ibu saya tengah menunjukkan apa yang ada dihati beliau. Hari sabtu tepatnya kawan (7/7 12), kawan-kawan panitia baru saja selesai hunting foto dan berita di daerah rawa-rawa dekat CML. Mereka nampak lesu, jika tidak saya bilang kelaparan, karena setengah harian berada disekitar daerah pesawahan. Ibu yang baru saja selesai goreng tempe dan masak sambalpun menyuruh saya untuk ngajak adik-adik itu makan. Saya persilakan merekapun, tetapi masih ada beberapa anak yang metik jeruk dulu di sebelah rumah. Maklum, sedang berbuah kawan, Alhamdulillah, bisa bermanfaat dan dirasain yang lain. ^_^ 
       Saya hari itu sedang puasa (nyoba istiqomah dengan puasa nabi Daud, baca Indahnya puasa Nabi Daud), jadi tidak ikut makan. Dan memilih ngobrol berdua dengan ibu tercinta di teras rumah, ibu sudah memancing sebelum adik-adik ketempat makan. “yoganipun jenengan katah bu’,” (anak anda banyak bu)sahut saya, “iyo, tapi siji ae, ojo kabeh,” (iya, tapi satu saja, jangan semua) jawab ibu *aha, saya mulai tahu maksud ibu. Ibu bermaksud jangan jadikan anak semua (istri saya), satu saja, ini karena ibu tahu saya SMA dulu playboy (baca, rabbit head, sebuah cerita masa putih abu-abu). Dan dengan mesra (kan cuma berdua, aku dan ibu ^_*), kami ngobrol hangat, singkat di teras rumah. 
        Ibu bilang, segera milih, satu saja, jangan banyak-banyak. Sayapun juga merespon, “ia bu, satu saja nggak habis-habis kok, tapi belum mikirin, kan nunggu U25” (redaksi bahasa jawa sudah diubah, biar tidak pusing non jawa). “Yak an nggak harus nikah sekarang, tapi pagerin dulu, bilang nanti mau dilamar,” jawab ibu seperti berpengalaman. “wah, iya ta bu, ibu bapak dulu juga gitu to?”. Ternyata tidak, bapak dulu datang dua kali ke kos ibu (beliau berdua bekerja di pabrik dulunya, beda devisi). Sekali bapak datang dengan teman, sekali datang sendirian dan mengungkapkan ingin menikahi ibu (subhanallah, Romantis banget). :D | itulah yang membuat wanita suka lelaki yang “to do point”, mereka suka melihat ekspresi lelaki, kejujuran hatinya (baca Jujur itu mujur, luhur, dan derajatnya tak luntur) dan ketulusan niatnya. 
        Ibu juga bilang, bahwa Bapak dulu juga banyak yang naksir, dibawakan telur, bahkan ada yang mau jual sawah untuk modal nikah dengan Bapak (mbois). Ah, prestasi saya belum seperti itu, masih kalah, tapi ibu bilang Bapak ragu-ragu dan malu-malu untuk mendekati wanita-wanita itu, tetapi setelah tahu Ibu (Bapak bilang sendiri). “langsung berani, tidak takut, pantang menyerah, maju terus pantang mundur.” Kata ibu sambil senyum-senyum. “Tetapi saya berbeda bu, saya kalau ketemu wanita yang ada rasa di hati, saya malu, kik kuk, terkadang hanya tersenyum, terpana melihat senyumnya. Berbeda ketika ketemu wanita yang saya anggap saudari, gombalpun biasa.” Itulah kawan, ketika anda ketemu yang bergetar dihati, maka sifat asli akan muncul, saya itu pemalu. 
        Lalu ibupun berkata, ya pokoknya nyari dulu itu tidak ada salahnya nak, apalagi kalau kamu sudah ada pandangan. Cari yang cantik, “sak kabehane” (jelas ibu dengan logat jawa). Tapi juga jangan lupa cari yang perhatian dengan kamu, ibu pesan ngresep ke hati. Cinta itu bukan tentang suka atau nafsu saja kawan, tetapi juga tentang perhatian. Hal ini berlaku untuk semua orang, itulah PERHATIAN. Utama pesan Ibu untuk saya, karena memang tidak terlalu memperhatikan konsumsi, dan beberapa hal tentang diri, terpenting adalah maju terus pantang mundur. Bincang-bincang kamipun segera berakhir, hal pentingnya adalah, setiap ibu juga memikirkan tentang menantu kawan. Saran saya tetap cari bini’, jangan pacar, kalau bisa seperti Bapak saya, lamar. Ibu juga takut anaknya tak dapat jodoh, tapi santai, kalau dapatnya akhir-akhir nanti juga dapat yang muda… :D | sekian dari Sang Penggembala, Tyas Haryadi…. ^_^

11 Jul 2012

Saya tak mau kerja setelah lulus kuliah

tampang sewaktu semester 2.
       Kawan, sedikit berbagi tentang dunia bisnis. Saya sudah memutuskan untuk mengatakan, bahwa “BISNIS IS DAKWAH” dan diniatkan utama untuk ibadah. Tetapi untuk menatap dan merintis kehidupan sebagai pebisnis memang tidak semudah membali telapak tangan. Terlebih ketika meminta restu orangtua kawan, ingat “ridho Allah berada di ridho kedua orangtua, dan murka Allah berada di murka kedua orang tua”. Saya zaman SMA (masih jadul, suka kelayapan, dan serba suka-suka gue, baca Rabbit head, masa putih abu-abu), sangat mengidamkan posisi sebagai TNI AU, sampai kelas 3 SMA fokus untuk jadi prajurit Negara. Tetapi karena kegagalan yg dikehendaki Allah (keberhasilan tepatnya, berhasil mengambil takdir), saya memilih untuk kuliah. 
       Menempuh jalur studi Teknik Informatika (bukan pendidikan), itupun setelah mental STAN (Sekolah Tinggi Administrasi Negara) dan AMG (Akademi Meteorologi Geofisika). Tanpa sadar, saya telah menuju step untuk menjadi pengusaha sukses (sekarang dilihat dari omset belum). Tahukan anda, tantangan terberat pengusaha setelah dirinya sendiri adalah keluarga. Kenapa? Mencari restu dari keluarga terutama kedua orangtua tidaklah mudah kawan, apalagi dengan mindset pekerja. Ibu dan Bapak saya bukanlah pengusaha, beliau berdua adalah pekerja (Bapak karyawan perusahaan swasta, ibu bekerja di Badan Kredit Desa). 
       Beliau berdua masih berpikir bahwa kuliah nantinya harus menjadi pekerja, kerja di kantor besar dengan pekerjaan ringan (bukan mengandalkan otot) atau paling tidak jadi PNS (profesi idaman di Magetan). Sayapun pada awal tidak terlalu berani membangkang ketika beliau berdua berkata setelah lulus kuliah nanti kerja ya nak, kerja yang enak, jadi PNS atau di kantor pemerintahan. Itu hanya berlaku di semester 1 saya kuliah, walau disemester yang sama saya sudah bicara lain dihadapan teman-teman lain. Yups, saya tidak mau bekerja kepada orang, perusahaan, dan lain-lain (intinya pekerja), saya mau mempekerjakan orang setelah lulus nantinya. Jadi pengusaha kawan, bukan jadi pekerja, untuk apa kuliah jauh-jauh, habiskan biaya banyak kalau hanya untuk menjadi pekerja? *motivasi saya. 
       Tetapi orangtua berpikir lain, Ibu misal, beliau berpikir kalau menjadi pengusaha itu tak perlu pintar, tak perlu sekolah tinggi-tinggi, habiskan uang banyak. Bapak juga selalu mengatakan harapannya untuk melihat saya kerja ringan, tidak seperti beliau yang menjadi mekanik kapal laut, bergulat dengan oli dan mesin-mesin. Tetapi dengan yakin di semester 2, saya mengatakan kepada ibu dan bapak “setelah lulus saya tak mau bekerja, tapi saya mau mempekerjakan orang!” Hal ini sudah tak bisa ditawar, beliau berdua tetap kontra dengan pilihan saya. Dan dengan perlahan saya menjelaskan kepada ibu dan bapak, baik dengan ucapan ketika telpon (saya kuliah di UIN Maliki Malang, tapi 1 semester tidak pernah pulang sebelum libur panjang, misi efisiensi dan bisnis). Juga dengan tindakan dan usaha (menceritakan apa saja yang telah saya lakukan dan perbuat). 
       Hal ini ternyata mulai mengubah mindset Ibu Bapak saya, Alhamdulillah, sekarang beliau berdua mendukung saya menjadi pengusaha. Dan tahukah anda kawan, dari restu itu yang saya peroleh dengan perjuangan lebih dari 2 semester, Alhamdulillah sekarang bisnis mulai berjalan lancar. Walau terkadang Ibu Bapak lagi-lagi mengungkit masalah untuk kerja, terpengaruh keluarga lain atau lingkungan mungkin. Karena tergiur sebulan dapat 3juta, 4juta, dll, sementara sebulan saya belum bisa dapat income lebih dari 1juta sekarang ini. Tapi penting bagi sebuah pengusaha untu memiliki visi dari awal kawan, jangan tergiur, tetap fokus dengan apa yang anda inginkan, itulah pengusaha. 
       Mungkin akan banyak orang berkata “bukannya kamu jadi pekerja pula jika bekerja untuk perusahaanmu?” (sudah berlaku). Tapi maaf, saya hanya akan mendengarkan, membaca, mengapresiasi, tersenyum ( ^_^ ), tapi tak akan saya ikuti pikiran itu. Saya tak mau kerja setelah lulus, “kerja” jadi pekerja oranglain, saya hanya akan bekerja untuk aturan saya, pemikiran saya, ide saya, dalam bisnis saya yaitu CMS (Cah Magetan Studio), dan bisnis yang total untuk dakwah saya CML (Cah Magetan Library). Hidup itu harus tegas, keras, kalau tidak silahkan pulang, ngempeng lagi, tak butuh pengusaha pengecut. Walau bau kecut itu tak masalah, asal mental bukan pengecut. (pengusaha), sekian semoga bermanfaat, salam dari Sang Penggembala, Tyas Haryadi…. ^_^

9 Jul 2012

Rasa Kekeluargaan tumbuh dalam 18jam

Satu Keluarga, GEMA INFOPUB.
       TYAS HARYADI-mengangkat sebuah perjalanan Unit INFOPUB dan juga GEMA UIN Maliki Malang ke wisata Gunung Bromo pada rabu dan kamis 16-17/5. Dari perjalanan singkat tapi berkesan inilah muncul kembali pemupukan rasa kekeluargaan dalam Unit ini. Seperti diketahui, dalam hal interaksi setiap hari akan banyak sekali hal-hal yang membuat otot-otot syaraf bersitegang, gesekan idealisme, dan lain sebagainya. . Belum lagi dengan jadwal yang padat, dikejar deadline, serta kesibukan masing-masing. Hal ini membuat setiap elemen dari Unit INFOPUB terutama GEMA, banyak kurang kenal, sekilas tampang, sekilas namapun juga tak tahu. Apalagi dengan pribadi masing-masing, yang perlu waktu lama untuk menyelaminya. 
       Kegiatan wisata dan juga menyalurkan kemampuan fotografi ini memang banyak dilalui di bus, kalau tidak mau dikatakan bikin capek di bus. Tetapi, jika dipikirkan lebih dalam, waktu di buslah yang paling cocok untuk mengetahui satu sama lain. Bus yang digunakan adalah bus UIN Maliki Malang yang kecil, saya sendiri lupa plat nomor apalagi jenisnya. Tapi ingatan saya selalu tertuju pada bus “PUSPA INDAH” jurusan Malang Jombang yang sering saya naiki kalau mudik. Kenapa di bus menjadi waktu yang memupuk kekeluargaan? Eh, jika kita pernah dengar atau baca kata bijak, “untuk mengenal dan menjadikan seseorang menjadi keluargamu, jangan lihat dia dari sudut baiknya, tapi lihat dia dari apa adanya dia.” (sebenarnya kata bijak ini saya karang sendiri, tapi jang bilang siapa-siapa). 
        Benar saja, di bus, semua akan menjadi dirinya sendiri, mudah tertidur setiap saat, bisa keluar air liur, bisa menyandarkan kepala kesebelahnya. Di bus, semua bisa bicara ngalor ngidul tidak jelas arahnya, bisa ngaco dan bisa menghibur. Di bus pula, ketika bangun bagaimana ekspresi, kebiasaan sehari-hari, hal-hal kecil dalam hidupnya akan diceritakan. Di bus itu, kebiasaan disaat tidak ada kerjaan, kebiasaan dalam merespon sesuatu, dan segala hal tentang diri seseorang akan lebih terlihat. Apalagi, di bus itu kita bisa saling melihat tampang lesu, kucel, seperti jemuran belum disetrika, masih lembek, istimewa. Itulah, sedikit hal yang membuat di bus menjadi hal istimewa dalam mengenal satu dan yang lain, tentu selain obrolan ringan dan saling do’a. 
       Di tempat wisata gunung Bromo nan indah juga menjadi suguhan menarik untuk kekeluargaan Unit INFOPUB dan GEMA ini. Beberapa error and noise, seperti bus yang tidak kuat menanjak, menunggu waktu lama untuk kendaraan wisata, tergenjot teman jika anda berada di bagian belakang mobil jeep. Ini juga menjadi warna tersendiri dalam mempererat kekeluargaan. Dalam pekerjaan dan tugas di dunia modern sekarang ini, memang sangat diperlukan rasa kekeluargaan. Walaupun mengedepankan profesionalisme, tetapi dengan kekeluargaan, bekerja di suatu tempat itu seperti dirumah sendiri. Karena sedang berada dalam keluarga, suasana akan bahagia, dan lebih produktif dalam bekerja. Penantian keberangkatan yang tak sesuai jadwal juga memberikan kesempatan untuk ngobrol ringan, dengan joke-joke istimewa. Dalam bingkaian senyum dan tawa, dengan tindakan konyol tapi penuh kesan, semua memang perlu interaksi. 
       Selesai semua wisata, saatnya pulang, dan masih mampir dahulu kerumah orangtua mb’ Eva (salah satu reporter GEMA) dan mas Ajay (Layouter GEMA dan INFOPUB). Di kedua rumah ini, semakin mempererat saja kekeluargaan. Selain silaturohim, yang itu akan memanjangkan umur, rejeki, pahala, dan lain sebagainya. Dalam bahasa saya “ndawakne sembarang kalir” bisa dimaknai ‘memanjangkan segala hal’. Ketika semua sudah lelah, letih, lesu, maka hanya tindakan alamiah yang ada, natural. Itulah sedikit tentang perjalanan ke wisata Gunung Bromo, perjalanan 18 jam itu memang sebuah event pemupukan kekeluargaan. Keluarga dahulu, sekarang dan selama-lamanya, itulah sekiranya kata yang dapat terungkap. semoga bermanfaat, salam dari Sang Penggembala, Tyas Haryadi.... ^_^
sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com